Putusan MK Tidak Bisa Diubah? Begini Penjelasannya

Kamis, 16 November 2023 | 12:17 WIB
Putusan MK Tidak Bisa Diubah? Begini Penjelasannya
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman saat memberikan keterangan pers di Gedung MK, Jakarta, Rabu (8/11/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Belakangan ini polemik soal Mahkamah Konstitusi masih ramai menjadi perbincangan. Lantaran kinerja MK kini seolah sudah merusak kepercayaan masyarakat.

Hal itu bermula dari putusan MK mengenai batasan usia capres dan cawapres. Seperti yang diketahui, MK memperbolehkan orang yang berusia di bawah 40 tahun menjadi capres atau cawapres jika pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah melalui pilkada.

"Mengadili, satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu nomor 182 tambahan lembaran negara nomor 6109 yang menyatakan berusia paling rendah 40 tahun bertentangan UUD RI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang memiliki jabatan yang dipilih melalui Pemilu termasuk pemilihan kepala daerah," kata Ketua MK Anwar Usman.

Putusan tersebut mendapatkan banyak reaksi masyarakat lantaran dianggap membuka jalan bagi keponakan Anwar, yaitu Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi cawapres.

Hal itu dibuktikan, usai tak lama putusan itu diumumkan. Gibran beberapa hari kemudian diresmikan mencalonkan sebagai cawapres bersama dengan Prabowo Subianto.

Tentu saja polemik ini tak berhenti sampai situ saja. Ketua Hakim MK yakni Anwar Usman dilaporkan terkait dugaan pelanggaran etik ke MKMK.

Anwar Usman Dicopot dari Jabatan Ketua Hakim MK

Usai dilaporkan, semua hakim MK termasuk Anwar Usman pun terbukti melakukan pelanggaran etik berat.

Ipar dari Presiden Jokowi itu disebut melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim berkenaan dengan putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden.

“Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip keberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie di ruang Sidang MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023).

Dengan begitu, Anwar dijatuhi sanksi berupa pemberhentian dari jabatan Ketua MK. MKMK dalam putusannya memerintahkan Wakil Ketua MK Saldi Isra memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru dalam waktu 2 X 24 jam.

“Hakim terlapor tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpin Mahkamah Konstitusi sampai masa jabatan hakim terlapor sebagai hakim konstitusi berakhir,” ujar Jimly.

Selain itu Anwar juga tidak boleh terlibat dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan atau sengketa pemilu dan pilpres.

Namun, ternyata putusan MKMK terkait pencopotan jabatan kepada Anwar Usman ternyata kurang memuaskan bagi publik. Bahkan, ada yang meminta putusan MK bisa diubah.

Lantas, apakah bisa putusan MK mengenai batas usia capres cawapres itu diubah atau direvisi? Berikut ulasannya.

Apakah Putusan MK Bisa Diubah?

Merujuk pada laman Hukum Online, pengaturan tentang MK dapat dilihat dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) dan Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Menjatuhkan putusan adalah salah satu kewenangan MK yang telah diatur dalam Pasal 10 ayat (1) UU MK yang berbunyi.

MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:

1. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

3. Memutus pembubaran partai politik.

Putusan MK langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya ukum yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan Mahkamah Konstitusi dalam Undang-Undang ini mencakup pula kekuatan hukum mengikat.

Jadi, jelas kiranya dari penjelasan pasal di atas dapat diketahui bahwa putusan MK itu tidak dapat diubah karena sifatnya yang final dan mengikat, yang mana putusan MK tidak bisa diajukan upaya hukum.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI