Suara.com - Media sosial kembali diramaikan oleh unggahan-unggahan mengenai pemboikotan produk yang dijual di pasaran Indonesia yang terafiliasi dengan Israel. Pemboikotan ini sudah didukung oleh fatwa yang dirilis MUI beberapa waktu lalu.
Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa wajib mendukung Palestina dan haram mendukung Israel beserta produknya.
Ketua MUI Bidang Fatwa Prof Asronun Niam Sholeh menambahkan bahwa mendukung agresi Israel juga haram hukumnya.
"Mendukung pihak yang diketahui mendukung agresi Israel, baik langsung maupun tidak langsung, seperti dengan membeli produk dari produsen yang secara nyata mendukung agresi Israel hukumnya haram," kata Niam, Jumat (10/11/2023) di Kantor MUI, Menteng Jakarta Pusat.
Baca Juga: Susu Formula hingga Skincare Diboikot, MUI Edarkan Fatwa Haram: Kudu Piye?
Namun, fatwa tersebut sepertinya malah menuai kontorversi di publik. Salah satunya dalam unggahan akun X @kegblgnunfaedh.
Unggahan itu memperlihatkan sebuah potret supermarket yang memasang tulisan pada display produknya mengenai fatwa yang dikeluarkan MUI.
"Barang ini tidak dijual sesuai fatwa MUI: Nescafe all variant, Buahvita all Variant," bunyi tulisan yang di pasang pada display produk.
Tak hanya itu, ada beberapa display produk lain yang dipasang tulisan seperti itu. Hal itu pun mendapat respon yang beragam dari publik, mulai dari yang terkesan hingga yang mengatakan kalau fatwa adalah opini yang tak wajib diikuti.
Sebelum membahas lebih lanjut, berikut ulasan mengenai pengertian fatwa dan hukumnya.
Pengertian Fatwa
Merujuk pada laman Kemenag, fatwa adalah “nasihat”, “jawaban”, atau “pendapat” resmi yang diambil oleh lembaga atau perorangan yang diakui otoritasnya seperti ulama (mufti). Fatwa juga dapat diartikan sebagai penerangan hukum syara’ tentang suatu persoalan dan sebagai bentuk jawaban dari suatu pertanyaan yang diajukan masyarakat selaku peminta fatwa (Mustafti).
Fatwa dapat diajukan dalam bentuk perseorangan maupun kolektif, dengan identitas yang jelas maupun tidak. Dapat disimpulkan bahwa, fatwa adalah hasil ijtihad atau keputusan bersama ulama (mufti) tentang peristiwa hukum yang diajukan kepadanya.
Pada dasarnya, fatwa ditetapkan berdasarkan keterangan Al-Qur’an, hadis, ijma’, dan qiyas. Keempat sumber ini merupakan sumber dalil hukum syariah yang telah disepakati oleh ulama.
Hukum Fatwa
Merujuk pada laman Hukum Online, kedudukan fatwa MUI dalam peraturan perundang-undangan, terdapat ketentuan yang tertulis pada Pasal 1 angka 2 UU 15/2019. Pasal itu menjelaskan bahwa peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang membuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Maka jika merujuk pada hirearki tersebut, dapat disimpulkan bahwa kedudukan Fatwa MUI bukan merupakan suatu jenis peraturan perundang-undangan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Soal hukum fatwa ini pun pernah dijelaskan oleh Mahfud MD. Menurutnya fatwa MUI sama dengan fatwa lembaga peradilan negara yang tidak wajib diikuti.
"Sejak dulu sampai sekarang fatwa MUI atau fatwa siapa pun tak harus diikuti. Jangankan fatwa MUI, fatwa MA yang lembaga peradilan negara saja tak harus diikuti. Yang mengikat kalau dari MA adalah vonisnya, bukan fatwanya. Tapi kalau pihak-pihak sepakat memakai fatwa ya dibolehkan," ujar Mahfud MD.
"Kalau dalam hukum Islam, fatwa hanya pendapat hukum berdasar istinbath dari Qur’an dan atau Sunnah. Setiap orang punya pendapat yang sering saling berbeda. Maka lahirlah berbagai pendapat dalam aliran-aliran fikih seperti Hanafi, Syafii, Maliki, Hambali. Kita tak harus ikut Maliki tapi boleh kalau mau," imbuhnya.
Klarifikasi Fatwa MUI soal Produk Pro Israel
Ramainya soal fatwa terbaru tentang hukum dukungan terhadap perjuangan Palestina. Mengenai Fatwa MUI Nomor 84 tahun 2023.
Akhirnya Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Muti Arintawati memberikan klarifikasi.
"Sepemahaman saya, fatwa MUI tidak mengharamkan produknya tapi mengharamkan perbuatan yang mendukung Israel," katanya.
Di sisi lain, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Miftahul Huda menyatakan bahwa yang diharamkan MUI itu bukan produknya atau zatnya.
Menurutnya, dalam Fatwa MUI itu hanya dituliskan mendukung aksi agresi Israel, baik secara langsung maupun tidak langsung.
"Jadi, yang diharamkan adalah perbuatan dukungan tersebut dan bukan barang yang diproduksi. Jadi, jangan salah dalam memahaminya," tandasnya.