Suara.com - Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep kembali jadi perhatian publik. Ia tiba-tiba mengusulkan agar tinta Pemilu 2024 diubah warnanya menjadi merah muda atau pink.
Menurut dia, perubahan warna tinta pemilu itu bisa menimbulkan suasana riang dan gembira dalam pelaksanaan pesta demokrasi itu.
"(Perubahan) Nggak salah satu yang saya harapkan ya ini nggak tahu bisa atau nggak. Kan pemilu kali ini diadakan 14 Februari 2024 biasanya kan tintanya ungu tuh kalau bisa pink," kata Kaesang kepada wartawan di Medan, Sumatera Utara (Sumut), Senin (13/11/2023).
Selama ini tinta pemilu menjadi sebuah ciri khas dari adanya pemilihan umum, baik pada pemilihan kepala desa, calon legislatif, bupati, gubernur, hingga presiden.
Baca Juga: Gak Mau Pemilu 2024 Dinodai Kecurangan, Cak Imin: Kalau Ada yang Curang, Tolong Disorakin!
Sebab, seseorang dianggap sudah menggunakan hak suara ketika di jarinya terdapat bekas tinta berwarna ungu kebiruan. Maka tak heran, jika tinta ungu menjadi simbol khas dalam sebuah pesta demokrasi.
Selain itu, tak sedikit masyarakat yang akhirnya membagikan simbol pemilu tersebut ke media sosial masing-masing sebagai penanda bahwa telah memilih calon pemimpin.
Namun, sejak kapan tinta pemilu diterapkan?
Menurut informasi yang dihimpun, sejarah tinta pemilu pertama kali dilakukan pada tahun 1950 ketika pemilu pertama di India.
Saat itu, komisi pemilihan di India mengalami masalah besar terkait pencurian identitas, dimana tak sedikit masyarakat yang menggunakan hak suara lebih dari satu kali.
Baca Juga: Profil Aiman Witjaksono, Dilaporkan Usai Tuding Polisi Tak Netral di Pemilu 2024
Ketika masalah tersebut bergulir, akhirnya pemerintah setempat mencari cara untuk menjaga hak warga dengan bernegosiasi kepada Negara lain.
Merujuk pada studi dari Fallow's Chemical Society, London, pemerintah India pun akhirnya membuat tinta yang berfungsi untuk mencegah terjadinya kecurangan.
Hingga pada tahun 1962, pemerintah India menggunakan tinta ungu pertama kalinya saat menggelar pemilu ketiga.
Pada saat itu, setiap orang yang telah memberi hak suara diminta untuk menandai salah satu kuku dengan tinta ungu.
Alasannya, tinta ungu yang menempel pada jari sulit untuk dihilangkan sehingga mudah dikenali ketika ingin melakukan upaya kecurangan.
Kemudian, tinta yang digunakan juga bukan tinta sembarangan, melainkan tinta permanen yang tidak bisa hilang kecuali tumbuh kuku baru.
Diketahui, tinta pada saat itu menggunakan kandungan perak nitrat sehingga tidak bisa pudar meski menggunakan sabun sekalipun.
Jadi, sekali kuku kena tinta ungu tersebut, butuh waktu empat hingga lima bulan untuk bisa dihilangkan.
Menurut informasi yang beredar, tinta ungu tersebut adalah produksi Laboratorium Fisika Nasional India (NPL) yang bekerjasama dengan Mysore Paints and Varnishes Ltd (MPVL).
Hingga saat ini, perusahaan Mysore Paints and Varnishes Ltd (MPVL) menjadi produsen tinta pemilu yang mengirim tinta untuk 35 negara di dunia, termasuk Singapura, Kanada, Afghanistan, dan Turki.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, diketahui bahwa kandungan perak nitrat cukup berisiko pada kesehatan.
Sehingga, WHO membatasi kadar maksimal penggunaan perak nitrat hanya sebesar 4 persen saja.
Bahkan, di beberapa daerah telah menggunakan bahan lain sebagai pengganti tinta celup, seperti kunyit.
Jadi, tinta pemilu bukanlah hal baru karena sudah diterapkan lebih dari 50 tahun di berbagai Negara.
Kontributor : Damayanti Kahyangan