Suara.com - Pada acara ulang tahun Partai Golkar, Presiden Jokowi turut hadir dan melakukan pidato. Kala itu, blio juga menyinggung mengenai kondisi politik di Indonesia saat ini.
Menurut Jokowi, saat ini lebih mirip seperti sinetron lantaran lebih banyak dramanya ketimbang menyajikan adu gagasan.
"Karena saya melihat akhir-akhir ini, yang kita lihat adalah terlalu banyak dramanya, terlalu banyak drakornya, terlalu banyak sinetronnya. Sinetron yang kita lihat," kata Jokowi dalam pidatonya di HUT ke-59 Partai Golkar di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta Barat, Senin (6/11/2023).
Jokowi menegaskan semestinya yang terjadi saat ini seharusnya pertarungan gagasan dan pertarungan ide.
"Bukan pertarungan perasaan," ujar Jokowi.
Jokowi menegaskan apabila yang terjadi adalah pertarungan perasaan maka akan repot.
"Kalau yang terjadi pertarungan perasaan, repot semua kita. Tidak usah saya teruskan karena nanti ke mana-mana," kata dia.
Jokowi lantas mengingatkan kepada siapapun annti yang menang maupun yang kalah.
"Dan ingat, mulai dari sekarang, yang kita pegang betul nanti jika menang jangan jumawa. Jika kalah juga jangan murka," tutur Jokowi.
Baca Juga: Breaking News! Anwar Usman Dicopot dari Ketua MK karena Terbukti Lakukan Pelanggaran Berat
"Setelah berkompetisi saya setuju tadi Pak Prabowo, bersatu kembali, rukun kembali. Ini adalah pertandingan antaranggota keluarga sendiri, antarsesama anak bangsayang sama sama ingin membangun negara kita Indonesia," sambungnya.
Lantas, memang apa sih drama perasaan yang belakangan ini terjadi?
PDIP Merasa Sedih Ditinggalkan Jokowi
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto mengaku PDIP tengah dilanda kesedihan karena merasa ditinggalkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) selaku kader.
Padahal, kata Hasto, PDIP selama ini telah memberikan privilese kepada orang nomor satu di Indonesia itu, termasuk keluarganya.
Melalui keterangan tertulis, mulanya Hasto menyampaikan tentang suasana di internal PDIP. Ia berujar PDI Perjuangan saat ini dalam suasana sedih, luka hati yang perih, dan berpasrah pada Tuhan dan rakyat Indonesia atas apa yang terjadi saat ini.
“Ketika DPP partai bertemu dengan jajaran anak ranting dan ranting sebagai struktur partai paling bawah, banyak yang tidak percaya bahwa ini bisa terjadi," kata Hasto, Minggu (29/10/2023).
Ia lantas berbicara mengenai privilese yang telah diberikan PDIP kepada Jokowi. Menurutnya PDIP begitu mencintai Jokowi.
"Kami begitu mencintai dan memberikan privilege yang begitu besar kepada Presiden Jokowi dan keluarga, namun kami ditinggalkan karena masih ada permintaan lain yang berpotensi melanggar pranatan kebaikan dan konstitusi," beber Hasto.
"Pada awalnya kami hanya berdoa agar hal tersebut tidak terjadi, namun ternyata itu benar-benar terjadi," tambahnya.
Menurut Hasto, pada awalnya PDIP memilih diam. Tetapi kemudian berani mengungkapkan setelah mendengar apa yang disampaikan sejumlah tokoh, di antaranya Butet Kartaredjasa, Goenawan Muhammad, Eep Syaifullah, Hamid Awaludin, Airlangga Pribadi dan lain-lain beserta para ahli hukum tata negara, tokoh pro demokrasi dan gerakan civil society.
"Akhirnya kami berani mengungkapkan perasaan kami," ucap Hasto.
PDIP Kecewa dengan Jokowi dan Gibran Gegara Membelot
Ketua DPP PDI Perjuangan Djarot Saiful Hidayat mengatakan bahwa, sebenarnya Megawati Soekarnoputri sangat sayang terhadap Presiden Joko Widodo dan Gibran Rakabuming Raka sebagai kader partai.
Namun, Mega menyayangkan pembangkangan yang dilakukan Gibran dengan menjadi bakal calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberikan karpet merah bagi anak Presiden Jokowi untuk melenggang ke Pilpres 2024.
"Ibu Megawati Soekarnoputri itu sangat sayang kepada pak Jokowi dan mas Gibran. Rasa sayang itu disampaikan dengan berbagai macam bentuk gitu ya, penugasan-penugasan kepada beliau, sangat sayang. Kami semua sayang tetapi dengan langkah seperti ini, kami menyayangkan," kata Djarot di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (31/10/2023).
Ia mengakui, memang kader-kader PDIP di tingkatan paling bawah merasakan kekecaweaan dan kejengkelan melihat langkag politik Jokowi dan Gibran.
"Dan ketika kami turun ke bawah memang ada kekecewaan, kejengkelan, ada mungkin kemarahan dari teman-teman ranting, anak ranting, PAC, Satgas partai, simpatisan pada manuver yang dilakukan oleh mas Gibran," tuturnya.