Suara.com - Kondisi masyarakat Palestina di jalur Gaza kian memprihatinkan seiring agresi Israel yang masih membabi buta. Habisnya stok obat-obatan serta minimnya air bersih juga membuat masyarakat di jalur Gaza rentan terkena penyakit.
Ketua Presidium MER-C Dr. Sarbini Abdul Murad mengungkapkan kalau masyarakat Palestina kini telah terkena infeksi akibat stok obat-obatan yang habis juga penggunaan alat medis yang tidak steril.
"Yang pasti mereka sekarang infeksi karena pemakaian suntik berkali-kali, obat tidak adekuat," ungkap Dr. Sarbini saat konferensi pers virtual bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Jumat (10/11/2023).
Penyakit lainnya yang juga dikhawatirkan ialah kolera. Hal tersebut karena minimnya akses sanitasi air bersih serta sarana mandi, cuci, kakus alias MCK.
Baca Juga: Nasib 380 Bayi Baru Lahir dan 4.600 Ibu Hamil di Gaza, Mereka Butuh Layanan Medis!
"Karena orang di sana menumpuk, urusan MCK jadi masalah, untuk BAK juga masalah, dikhawatirkan terjadi kolera. Mudah-mudahan tidak terjadi," harapnya.
Kolera merupakan penyakit infeksi bakteri yang bisa menyebabkan dehidrasi akibat diare parah. Kolera mudah menular melalui air yang terkontaminasi. Jika tidak segera ditangani, kolera dapat berakibat fatal hanya dalam beberapa jam saja. Dikutip dari situs Kementerian Kesehatan, kolera biasanya mewabah di daerah yang padat penduduk tanpa sanitasi yang memadai.
Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Prof. DR. Dr. Idrus Paturusi, SpB, Sp.OT(K)., mengatakan bahwa sistem pengobatan di wilayah konflik atau bencana biasanya memang sangat ala kadarnya.
Dokter yang pernah bertugas di Tel Aviv, Jerusalem, itu mengungkapkan kalau kondisi darurat seperti di wilayah konflik sangat minim obat-obatan. Itu pula yang dia lihat pada kondisi di Gaza, Palestina, saat ini.
"Kalau kita lihat obat-obatan saya lihat ala kadarnya saja. Tidak ada lagi sesuai aturan karena mereka sangat kekurangan," ujarnya.
Baca Juga: Terekam Kamera, Detik-detik Masjid Khalid bin al-Walid di Gaza Hancur Dibombadir Israel
Dia membandingkan dengan kondisi darurat serupa yang pernah terjadi di Aceh ketika terjadi tsunami tahun 2004. Bencana alam yang memakan korban hingga ratusan ribu jiwa itu juga sempat melumpuhkan pasokan alat-alat medis akibat akses jalan yang terhambat. Dalam situasi yang bukan perang pun, korban pengungsi juga sempat alami kekurangan air sampai terpaksa meminum cairan infus.
"Kalau lihat sama dengan Aceh dulu, satu minggu tidak ada air bersih, ada pasien botol infus dilepas lalu dia minum air infus itu. Begitulah kondisinya kalau ada situasi sulit. Di Gaza jauh lebih sulit lagi kondisinya, saya gak bisa bayangkan," ucapnya.