Suara.com - Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) Melki Sedek Huang, mengaku kerap mendapat intimidasi dari beberapa aparat setiap mengadakan acara diskusi. Bahkan, dirinya pernah dihubungi secara langsung agar diskusi dibatalkan atau dialihkan ke daring. Intimidasi juga dilakukan pada sejumlah mahasiswa lainnya berupa serangan-serangan digital maupun teror dalam berbagai bentuk.
Dikutip dari akun Linkedin miliknya, Melki Sedek Huang menjabat sebagai Ketua BEM UI sejak Januari 2023. Ia adalah mahasiswa Fakultas Hukum Jurusan Administrasi Hukum Universitas Indonesia (UI). Untuk memperdalam pengetahuannya di dunia hukum pidana, Melki Sedek Huang sempat magang di firma hukum Tampubolon, Tjoe, and Partners Law Firm dan juga magang di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
Di BEM Fakultas Hukum (FH) UI, sebelumnya Melki pernah menjabat sebagai Deputy Head of Legal Research and Strategic Action Department dan Staff of Legal Research and Strategic Action Department. Saat ini, intensitas intimidasi pada Melki semakin tinggi usai dirinya meminta MK untuk menolak gugatan terkait batas usia capres dan cawapres. Teror tersebut bahkan mulai merambah ke lingkup keluarga Melki.
Intimidasi Keluarga hingga Guru
Ibu Melki yang berada di Pontianak menghubunginya pekan lalu karena ada aparat yang datang ke rumahnya untuk bertanya soal kebiasaan Melki di Kampus dan kapan Melki balik ke Pontianak. Selain itu, beberapa guru di sekolahnya pun juga menjadi sasaran pertanyaan aparat. Aparat tersebut menghubungi guru Melki dan hal yang sama terkait kebiasaannya di sekolah.
Melki menidurkan upaya intimidasi ini tidak hanya dialami dirinya, namun termasuk juga rekan-rekan sesama BEM, dan gerakan mahasiswa lainnya.
Menentang MK Kabulkan Gugatan Usia Capres-Cawapres
Sebelum intimidasi seperti saat ini, Melki sempat meminta MK untuk menolak gugatan usia capres dan cawapres. Menurutnya bahwa putusan apabila MK menolak gugatan tersebut merupakan suatu hal yang tepat dan memang sudah seharusnya demikian.
Melki mengatakan jika keputusan tersebut bukan domain dari MK, melainkan domain dari pembuat UU di Legislatif. Apabila MK berani memutuskan hal tersebut, artinya MK telah menyalahi tupoksinya yaitu dengan melanggar konstitusi, serta mendukung upaya untuk melanggengkan politik dinasti.
Baca Juga: Gibran Lolos Jadi Cawapres Lewat Putusan MK, Warga: Republik Rasa Monarki
Selain Melki, mahasiswa lain juga turut memberikan pernyataannya terkait putusan MK soal permohonan uji materil pada pasal 169 q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Kontributor : Rishna Maulina Pratama