Suara.com - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah membacakan putusan terkait dugaan pelanggaran kode etik terhadap sembilan hakim MK pada putusan syarat usia capres-cawapres. Putusan itu pun dibacakan oleh Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie di Gedung MK, Jakarta Pusat.
MKMK menyatakan Anwar Usman melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan pedoman perilaku hakim berkenaan dengan putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden.
Dalam pertimbangan hukum dan etika yang dibacakan anggota MKMK Bintan R Saragih, Anwar Usman Cs memiliki budaya kerja Ewuh Pakewuh atau enggak enakan jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia secara umum.
Alhasil, dalam pertimbangan memutus terdapat variabel yang memunculkan benturan kepentingan.
Baca Juga: Anwar Usman Merasa Difitnah Usai Dipecat dari Ketua MK, TPN Ganjar-Mahfud: Rakyat Tak Buta
"Sehingga tidak secara hati-hati dengan konstruksi argumentasi yang meyakinkan. Ini tidak akan terjadi kalau setiap hakim konstitusi punya sensibilitas dan punya budaya saling mengingatkan kalau salah satu hakim punya potensi benturan kepentingan,"
"Hakim termasuk pada pimpinan dengan budaya kerja yang ewuh pakewuh sehingga prinsip kesetaran antar hakim terabaikan. Hakim terlapor secara bersama-sama terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama (Kode etik dan Perilaku Hakim Konstitusi)," jelas Bintan.
Lantas apa itu ewuh pakewuh dalam budaya Jawa dan pekerjaan?
Ewuh Pakewuh Dalam Budaya Jawa dan Kerja
Ewuh pakewuh merupakan salah satu falsafah hidup Jawa yang artinya sikap sungkan atau rasa segan terhadap orang yang lebih tua. Biasanya, sikap ini diajarkan oleh orang tua kepada anaknya untuk dijadikan pedoman hidup ketika ia beranjak dewasa.
Baca Juga: Anwar Usman Lengser dari Kursi Ketua MK, Siapa Penggantinya?
Mengutip laman Kemdikbud, ewuh pakewuh sebenarnya merupakan bentuk sikap kesopanan. Dalam Jawa, sikap ini merujuk pada budi pekerti dan nilai hidup yang diwariskan secara turun-temurun.
Awalnya, orang terdahulu mengajarkan sikap ini semata-mata untuk mendidik anaknya agar lebih menghormati orang yang lebih tua. Jadi, mereka bisa menjaga lisan dan perilakunya agar lebih sopan.
Secara luas, istilah ewuh pakewuh juga bisa bermakna sikap menjaga perasaan orang lain, menoleransi perbedaan pandangan, dan tidak mempermalukan seseorang di hadapan orang lain. Sederhananya, ewuh pakewuh berarti sungkan.
Tentu saja budaya ini tidak bisa diterapkan dalam dunia pekerjaan. Karena dalam dunia pekerjaan harus ada sikap profesionalitas, bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Kendati demikian, hal ini kerap terjadi karena ada beberapa benturan kepentingan.