Suara.com - Pemandangan tidak biasa terlihat di kawasan Sarinah, Jakarta Pusat, pada hari Minggu (5/11/2023) lalu. Ruas jalan MH Thamrin tampak dipenuhi oleh masyarakat yang berjalan kaki. Bukan untuk mengikuti CFD, tapi bergabung dalam Aksi Bela Palestina.
Masyarakat berbondong-bondong berjalan kaki menuju arah Monumen Nasional, tempat panggung utama Aksi Bela Palestina berada. Tak sedikit yang membawa spanduk dan poster berisi dukungan untuk masyarakat Gaza di Palestina.
Namun, di tengah aksi besar-besaran ini, restoran asal Amerika Serikat, yakni Starbucks justru terlihat tutup. Berdasarkan pantauan Suara.com, terlihat Starbucks Sarinah yang biasanya buka saat CFD tampak sepi tanpa aktivitas. Parkiran pun kosong, dengan sedikit mobil. Payung-payung untuk para pelanggan juga tampak ditutup. Hal ini menandakan kalau Starbucks Sarinah tutup.
Hal ini juga telah dijelaskan oleh salah satu satpam yang berjaga. Berdasarkan keterangan satpam tersebut, Starbucks Sarinah memutuskan untuk tutup hari ini. Ini juga berkaitan dengan adanya seruan boikot yang ramai di media sosial terhadap produk Israel dan negara pendukungnya.
Baca Juga: Gempuran Israel Tewaskan 160 Orang Anak Setiap Hari di Gaza, Ini Data WHO
"Iya memang tutup hari ini," ucap satpam yang berjaga.
Di seberang Starbucks, restoran cepat saji McDonalds juga terlihat berbeda. Logo McD ditutup kain hitam oleh pengelola. Di bagian depan McDonalds juga terlihat belasan TNI tengah berjaga. Meski logo dan LED MCDonalds Thamrin ditutup dengan kain hitam, namun gerai waralaba itu tetap beroperasi.
Starbucks dan McDonalds menjadi sasaran boikot oleh masyarakat sebagai bentuk dukungan terhadap Palestina. Bukan tanpa alasan, dua gerai ini merupakan ikon waralaba yang berasal dari Amerika Serikat, sekutu utama Israel.
Merek Lokal Juga Kena Boikot
Aksi boikot tidak hanya dilakukan pada merek dari Amerika Serikat. Sejumlah merek lokal juga mendapat ancaman boikot, usai pemilik dan foundernya kedapatan menyukai postingan Gal Gadot soal dukungan terhadap Israel.
Baca Juga: Terancam Diboikot, McDonald's Indonesia Kirim Bantuan Rp 1,5 Miliar untuk Palestina Lewat Baznas
Tercatat ada Angelina Cindy pendiri ESQA Cosmetics dan Tiffany Danielle pemilik Rose All Day yang kedapatan menyukai postingan Gal Gadot. Ada juga aktor Tarra Budiman, atlet badminton Gloria Widjaja, hingga anak politisi Harry Tanoe yakni Warren dan Valencia Tanoesoedibjo yang juga menyukai postingan tersebut.
Ancaman boikot dari masyarakat tampaknya ditanggapi serius oleh pihak-pihak tersebut. Harry Tanoe contohnya, melakukan galang dana yang akan disalurkan melalui Kedutaan Palestina di Indonesia. Sementara Aktor Tarra Budidman menyampaikan klarifikasi, yang menyebut dirinya lalai dalam bersosial media dan meminta maaf.
McDonalds Indonesia melalui PT Rekso Nasional Food sebagai pemegang lisensi turut memberikan bantuan kemanusiaan senilai Rp 1,5 miliar yang disalurkan melalui Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) RI. Senada dengan McDonalds, merek kecantikan EQSA dan Rose All Day juga turut memberikan donasi masing-masing senilai Rp 600 juta dan Rp 500 juta.
Boikot Demi Dukung Palestina, Apa Dampaknya?
Aksi boikot terhadap barang-barang dan produk luar negeri dinilai pakar marketing Yuswohady memiliki dampak terhadap kepercayaan masyarakat terhadap merek lokal. Apalagi, jika merek-merek tersebut memberikan dukungannya kepada Palestina.
Namun, menurut Yuswohady dalam penggunaan merek sendiri, masyarakat tetap mengutamakan kebutuhan dan nilai dari produk yang digunakan. Oleh sebab itu, menurutnya hanya koneksi emosional saja tidak cukup. Jika produk tersebut memiliki nilai dan memenuhi kebutuhan masyarakat, pasti akan bertahan meskipun isu Israel dan Palestina ini berakhir.
“Masyarakat biasanya lebih berfokus pada value dari sebuah produk yang lebih utama dan kebutuhannya. Karena biasanya customer lebih memfokuskan yang bisa memiliki koneksi emosional dan fungsional. Kecuali merek itu memang fokus kepada konsumen yang memiliki manfaat kepada customernya misalnya layanan cepat makanan enak dan customer servicenya bagus,” ucap Yuswohady saat dihubungi Suara.com, Senin (6/11).
Terkait berapa lama aksi boikot ini sendiri Yuswohady menjelaskan, ini tergantung dengan konflik yang terjadi. Sejauh ini ia mengira kalau boikot akan terjadi secara sementara. Namun, jika kasus di Gaza Palestina terus berlanjut, maka boikot produk Israel dan negara pendukungnya ini juga akan berkepanjangan.
“Pada saat ini pengaruhnya besar jadi orang kemudian penjualan jadi turun signifikan gitu tapi apakah ini berdampak jangka panjang? Ini tergantung pada hype dan persoalan. Kalau memang Israel menyerang terus dan menimbulkan korban masyarakat sipil dan seterusnya, lalu kita menjadi miris, sedih, dan marah maka bisa jadi boikot tersebut akan panjang,” jelasnya.