Suara.com - Sungai Pusur kini menjadi area wisata tubing yang sangat menarik. Setiap akhir pekan, sering dijumpai rombongan kecil yang menaiki ban dan mengikuti aliran sungainya, riuh teriakan mereka menghidupkan suasana sepanjang Pusur.
Sebelumnya, sungai ini belum terjamah dan penuh dengan sampah. Adalah anak-anak muda desa bermain di sungai yang secara sukarela melakukan penyisiran membersihkan sampah-sampah plastik di sepanjang aliran sungai.
Selanjutnya mereka menjadi relawan Sampah yang diinisiasi AQUA Klaten. Gerakan bersih sungai secara berkala ini kemudian diikuti oleh masyarakat sekitar sungai yang secara mandiri mulai membersihkannya dan membuka akses jalan ke area sungai untuk akses tubing. Tidak hanya itu, masyarakat desa diedukasi untuk tidak membuang sampah di sungai serta menyediakan kotakan sebagai tempat pembuangan sampah.
Kemudian terbentuklah Pusur Institute, sebuah wadah kolaborasi pihak-pihak yang memiliki kesamaan visi terhadap kelestarian Kawasan Sub DAS Pusur dan sekitarnya. Sekjen Pusur Institute Muslim, mengatakan sungai Pusur ini sebenarnya salah satu Sub DAS yang berada di kawasan operasional kerja DAS Bengawan Solo.
Baca Juga: Kelas Desain dari OMG Gowa Menuju Eksistensi Desa Wisata
Meski panjangnya yang hanya 36 kilometer, sungai ini melewati dua administrasi kabupaten, yaitu Kabupaten Boyolali dan Klaten. Daerah hulu berada di Boyolali yang menjadi kawasan konservasi dan tangkapan air. Sedang kawasan hilirnya berada di Klaten yang saat ini dijadikan sebagai wisata tubing yang dikelola masyarakat setempat.
Dia menuturkan area tubing di Sungai Pusur ini awalnya diinisiasi masyarakat Desa Jragan yang merindukan masa anak-anak ketika bermain di sungai. Oleh karena itu, mereka menjadikan sungai menjadi layak untuk digunakan bermain. “Dan karena unsur ketidaksengajaan inilah muncul inisiatif untuk membentuk area tubing di Sungai Pusur atau disebut dengan RTPA atau River Tubing Pusur Adventure,” katanya.
Masyarakat kemudian mulai membersihkan sungai yang kala itu belum terjamah dan penuh dengan sampah, membuka jalan yang akan digunakan untuk akses tubing. Aktifitas yang kemudian mendorong pergerakan ekonomi pada masyarakat sekitar sungai ini justru memudahkan relawan untuk mengedukasi masyarakat desa supaya tidak membuang sampah di sungai serta menyediakan kotakan sampah sebagai tempat pembuangan sampah. Proses ini memakan waktu sekitar satu tahun
Untuk pendanaan berawal dari tiap anggota RTPA yang wajib mempunyai ban sendiri. Seiring berjalannya waktu, RTPA baru kedatangan pengunjung atau wisatawan. Kemudian, hasil dari pengunjung digunakan untuk membeli perlengkapan safety serta peralatan yang diperlukan. Sampai saat ini belum adanya bantuan dari pihak luar terkait pendanaan. Artinya, pendanaaan murni dari anggota komunitas.
Sedangkan untuk administrasi, hasil dari tubing tersebut semuanya masuk ke kas dan digunakan untuk membeli perlengkapan-perlengkapan yang diperlukan. Namun, akhir-akhir ini dibagi Rp 10 ribu untuk pemandu dan Rp 40 ribu untuk kas.
Melihat kesuksesan RTPA yang merupakan penggagas pertama area tubing di sepanjang aliran Sungai Pusur, kemudian masyarakat di sekitar lintas tubing pun menginginkan untuk membuat hal serupa. ”Karena ada wisata itu, saya kira gotong royong untuk membersihkan sungai itu juga sudah menjadi kebiasaan masyarakat, bukan karena event. Karena, kalau seumpama arusnya tidak tertata otomatis wisatawan akan tidak nyaman untuk tubing di situ. Oleh karena itu, ketika ada sampah, jalur yang terbawa arus itu harus ditata lagi. Bersih-bersih sungai itu biasanya dilakukan warga setiap hari Jumat,” ujar Muslim.
Baca Juga: Museum Karst Indonesia, Tempat Wisata Edukasi Batu Kapur di Wonogiri
Ada beberapa operator yang mengelola wisata river tubing di Sungai Pusur di Desa Daleman, Kecamatan Tulung, Klaten. Salah satu operator adalah New Rivermoon, sebuah resto bernuansa alam yang berlokasi di Dukuh Pusur, Desa Karanglo, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, yang menawarkan river tubing, outbound dan resto dengan berbagai menu yang harganya terjangkau. Paket makan per orang antara Rp 30.000 sampai Rp 50.000 tergantung pilihan menunya.
Awalnya, New Rivermoon Kali Pusur hanya menyediakan fasilitas wisata river tubing jarak pendek, 300 meter dan outbound. Kemudian, river tubing diperpanjang hingga dua kilometer. Semenjak itu, pengunjung River Moon Kali Pusur bisa mencapai 1.000 hingga 2.000 wisatawan per pekan yang berasal dari Solo, Klaten, Semarang, Jogja hingga mancanegara.
Berdiri di lahan seluas tiga hektar, Prasetyo, pemilik New Rivermoon, juga memberdayakan masyarakat sekitar untuk mengembangkan wisata Klaten ini, mulai dari jasa catering hingga instruktur river tubing.
Biasanya wisatawan datang dalam rombongan besar, namun ada pula yang satu keluarga saja. Masuk ke area itu tidak dipungut biaya. Mereka hanya membayar bila makan di resto dan menikmati river tubing.
River tubing merupakan pilihan wisata yang mengasyikan. Wisatawan akan diajak berbasah-basah menyusuri Sungai Pusur yang bersih dan berbatu-batu di atas sebuah ban berukuran besar.
Setiap rombongan wisatawan akan didampingi operator yang memahami jalur dan safety yang diperlukan sehingga dipastikan mereka mengarungi sungai dengan nyaman. Semua peserta juga harus menggunakan perangkat keselamatan seperti pelampung dan helm.
“River tubing ada dua pilihan, jarak pendek 400 meter finish di Desa Karanglo, cukup Rp 20.000 per orang. Yang jarak panjang 1,5 km cukup membayar Rp 50.000 finish di Desa Wangen, pulangnya dijemput pick up. Kalau yang jarak pendek tidak dijemput,’’ ujar Sukoyo, salah satu pengelola Rivermoon.
Untuk menjaga kelestarian ekosistem air dari hulu hingga hilir Sungai Pusur, Pusur Institute berkolaborasi dengan AQUA Klaten. Kelestarian lingkungan dan ekosistem di Sub DAS Sungai Pusur ini merupakan tanggung jawab bersama.
Stakeholder Relation Manager AQUA Klaten, Rama Zakaria, menyampaikan bahwa Sungai Pusur berada di belakang pabrik AQUA juga melintasi Taman Keanekaragaman hayati (Kehati) Klaten. ”Kami aktif di Pusur Institute untuk mendorong bersama-sama bahwa wadah ini menjadi living library yang bisa dijadikan acuan pembelajaran untuk semua elemen pemanfaat air, baik itu perusahaan, pemerintah, petani, kelembagaan desa maupun masyarakat luas,” jelas Rama.
"Wisatawan yang datang, selain menggerakkan perekonomian lokal, mereka juga secara tidak langsung menjadi pemerhati dan indikator nyaman-tidaknya Sungai Pusur untuk dinikmati sebagai wahana wisata juga edukasi lingkungan,” tambahnya.