Suara.com - Aksi boikot berbagai produk usai mendukung agresi Israel ke Palestina rupanya berdampak pada berbagai brand besar, salah satunya restoran ternama McDonalds. Masyarakat tampak membuat seruan untuk memboikot restoran asal Amerika Serikat satu ini.
Bahkan, meskipun pihak McDonalds Indonesia sudah memberikan pernyataan pihaknya tidak terafiliasi McDonalds di negara lain, hingga donasi kepada Palestina masyarakat terlihat tetap menuntut untuk memberikan pernyataan yang tegas.
Di media sosial, warganet bahkan juga membandingkan pernyataan McDonalds Indonesia dengan McDonalds Malaysia.
Namun, sebenarnya mengapa brand besar seperti McDonald’s tidak pernah tegas mengutuk aksi Israel ke Palestina?
Baca Juga: Deretan Aksi Bela Palestina di Penjuru Dunia: dari Amerika sampai Indonesia
Melihat hal tersebut, Pakar Marketing Yuswohady menjelaskan, sebagai brand yang bersifat global, memang tidak mudah untuk berpihak kepada satu sisi. Pasalnya, sebuah brand biasanya memang berada di posisi netral. Hal ini karena ranah brand tidak bisa masuk ke politik begitu saja.
Beda kondisinya dengan brand lokal di mana keputusan bergantung pada owner. Namun, kalau brand global ada aturan dan kecenderungan untuk tidak ikut campur permasalahan politik, agama, ataupun SARA.
“Karena kalau brand memang posisinya harus netra. Karena brand kalau bisa nggak masuk ke politik apalagi ini brand global. Kalau brand lokal biasanya banyak diwarnai oleh si owner,” jelas Yuswohady kepada Suara.com, Senin (6/11/2023).
“Kalau brand global atau perusahaan yang besar biasanya mereka ada aturannya dan brand kecenderungannya nggak akan ikut-ikutan polaritas politik atau isu keagamaan SARA dan seterusnya,” sambungnya.
Apalagi, dalam kasus saat ini, di Amerika dan negara Barat lebih ke Israel. Sementara di Indonesia, lebih kepada Palestina. Oleh sebab itu, bran global seperti McDonalds Indonesia dinilai mengalami dilema dan tidak bisa 100 persen memilih atau mendukung suatu pihak.
Baca Juga: Duh! Perang Israel-Hamas Bikin Panik Ekonomi Global
“Mereka akan berkecenderungan untuk mengambil posisi stay silent cenderung diam Karena misalnya kalau di Amerika kecenderungannya positifnya ke Israel, tapi kalau di sini kecenderungan positifnya ke Palestina maka mereka menghadapi dilema. Pemain seperti McD di Indonesia ,mereka cenderung mengambil posisi Netral karena itu sudah guideline dari pusat kalau bisa netral atau kecenderungan cari aman,” jelas Yuswohady.
DI sisi lain, Yuswohady menjelaskan, jika brand besar global mengambil ke satu sisi, pasti akan mendapat pandangan negatif dari pihak lainnya. Meskipun di Indonesia sendiri sentimen positif mengarah ke Palestina, dalam bisnis, mereka akan mengambil posisi netral karena fokusnya ke bisnis, bukan politik.
“Walaupun di sini peduli kepada Palestina membawa sentimen yang positif tapi sebaiknya brand itu karena ranahnya bisnis bukan politis sebaiknya memang posisi netral, biar tidak kena kedua polaritas keberpihakan,” pungkas Yuswohady.