Suara.com - Beberapa waktu lalu, para demonstran Yahudi di New York melancarkan aksi demonya untuk menuntut gencatan senjata di Jalur Gaza. Aksi duduk massal atau mass sit-in yang diikuti oleh ratusan orang ini digelar oleh kelompok bernama Suara Yahudi untuk Perdamaian (JVP) di Stasiun Grand Central di New York City.
Para demonstran yang mengenakan kaos warna hitam dengan tulisan berbunyi 'Not In Our Name' dan 'Cease Fire Now' memenuhi main hall pada Stasiun Grand Central yang biasanya ramai orang. Ada juga demonstran yang mengenakan kaos bertuliskan 'Jews Say Cease Fire Now'.
Hal yang membuat aksi ini tidak biasa adalah karena tulisan pada kaos yang mereka kenakan. Demonstrasi ini menjadi respon terkeras dari warga Yahudi AS atas sikap Israel yang kerap kali melabeli perlawanan warga Palestina terhadap Israel sebagai aksi antisemitisme.
Padahal sebenarnya perlawanan warga terhadap rezim Israel adalah sikap antizionisme. Lantas antisemitisme itu berbeda dari antizionsime? Berikut ulasannya.
Baca Juga: Simbol-simbol Perlawanan Palestina terhadap Israel, Mulai dari Semangka hingga Sendok
Perbedaan Antisemitisme dan Antizionisme
Antisemitisme dan antizionisme merupakan dua hal yang berbeda. Antisemitisme adalah sikap permusuhan dan prasangka negatif terhadap ras Yahudi. Jadi, paham ini merujuk pada isu sara.
Antisimetisme ini sudah ada sejak sebelum masehi dan terus tumbuh hingga kiwari. Pada abad ke-20 peristiwa Holocaust menjadi bukti paling brutal yang menggambarkan antisimetisme ini.
Sementara itu, antizionisme merupakan gerakan perlawanan terhadap zionisme. Hal ini merujuk pada paham politik yang menghendaki pendirian sebuah negara untuk bangsa Yahudi.
Etnonasionalisme merupakan doktrin pokok zionisme yang memiliki ciri khas ekslusifitas ras. Paham politik ini muncul pada 1897 sebagai gerakan politik yang dipelopori Theodor Herzl.
Baca Juga: CD Palestino Klub Asal Cile yang Bersuara Lantang untuk Kemerdekaan Palestina
Herzl berkeyakinan bangsa Yahudi tak akan hidup aman dan tenang jika tak memiliki negara sendiri. Setelah itu, pada tahun 1901 seorang tokoh zionis Inggris bernama Israel Zangwill mencetuskan sebuah sloga "A land without people for people without a land".
Slogan yang dicetukan Israel Zangwill lantas dipropagandakan dan jadi pembenaran atas, pendudukan tanah Palestina. Tentu saja tidak semua orang Yahudi setuju dengan paham zionisme.
Salah satunya Jewish Voice for Peace (JVP) adalah kelompok Yahudi Amerika Serikat yang mempromosikan perdamaian dan HAM di Israel-Palestina. Kendati demikian, kelompok seperti ini malah kerap disebut sebagai antisemitisme.
Merujuk pada jurnal berjudul An Immoral Dilemma: The Trap of Zionist Propaganda, dalih antisemitisme ini adalah propaganda dari pemerintah Israel untuk memojokkan kelompok-kelompok penentang rezim, termasuk dalam isu perlawanan pendudukan Israel di Palestina.