Suara.com - Belakangan ini sedang ramai soal film berjudul "Budi Pekerti". Film ini merupakan garapan dari sutradara Wregas Bhanuteja. Siapa sangka film dengan genre drama ini laris ditonton orang banyak.
Lantaran isi cerita dari film tersebut yang sangat realis. Apalagi di era teknologi maju seperti saat ini. Film ini berhasil mengangkat isu soal media sosial dengan sangat apik.
Singkat cerita, film ini mengisahkan seorang kehidupan Bu Prani yang merupakan guru BP di salah satu SMP Yogyakrta. Pada suatu ketika blio ingin membelikan kue putu kesukaan suaminya.
Namun, kue putu tersebut sangat ramai karena kabar kelezatan kue tersebut viral di media sosial. Maka dari itu, pembeli harus rela mengantri. Begitu juga dengan Bu Prani, tetapi di sela-sela sedang mengantri ada seorang pembeli yang hendak menyerobot antrian.
Baca Juga: IN2MF 2023 Mengedepankan Wastra dan Sustainable Fashion, Apa Sih Pentingnya?
Mengetahui hal itu Bu Prani langsung menegurnya. Sayangnya hal itu malah berakhir membuat emosi Bu Prani meluap karena sosok yang ditegurnya merasa tidak terima. Mulai dari kejadian itu lah karir hingga kehidupan keluarga Bu Prani mengalami masalah yang kompleks.
Hanya karena menegur seseorang yang menyerobot antrian. Karir hingga hidup Bu Prani berubah total dari sebelumnya, meski hal itu juga disebabkan oleh media sosial.
Namun, budaya mengantri memang sesulit itu ya diterapkan oleh orang Indonesia? dan kenapa ketika orang ditegur kesalahannya malah lebih galak? Berikut ulasannya.
Budaya Antre di Indonesia
Seperti yang bisa kita lihat, beberapa orang di Indonesia masih sangat sulit untuk mewujudkan ketertiban dengan mengantri. Padahal budaya ini sangat perlu dilakukan, karena hampir semua hal memerlukan kegiatan mengantri.
Baca Juga: Kisah Basboi dan Ladang Lima Ciptakan Kekayaan Budaya Lewat Karyanya di Shopee 11.11 Big Sale
Jika dipikir-pikir mengantri itu bukanlah hal yang sulit. Hal ini sangatlah sederhana dan sangat mudah dilakukan, tetapi tidak semua orang mau melakukannya dan ini bisa menjadi masalah besar bagi kita bangsa Indonesia.
Meski hal ini sangat sederhana dan mudah dilakukan, budaya antri juga sangat penting karena membentuk disiplin dan rasa menghormati akan orang lain. Pada masalah ini tak dapat dipungkiri kita kerap melihat orang-orang dengan tipikal tidak sabaran.
Maksudnya begini loh, jika memang dikejar-kejar sesuatu sehingga tidak ingin terlambat atau apapun itu alasannya. Kenapa tidak datang lebih awal?
Tahukah kamu, orang di depan yang sedang mengantri pun pasti dikejar oleh waktu. Lalu dengan seenaknya orang-orang tak tahu diri ini datang dengan menyela antrian.
Hal ini tentu bisa dikategorikan sebagai tindakan yang egois. Ingin didengar tapi enggan mendengarkan orang lain. Ingin dihormati tapi tidak mau menunjukkan sikap menghormati orang lain, ingin didahulukan tapi saat mendahuluka orang lain malah membuang muka. Setelah itu, saat ditegur dengan cara yang baik justru marah dan ngotot menyalahkan.
Budaya antri juga dapat memberikan visualisasi akan bagaimana masyarakat menjalankan aturan di negaranya dan menjadi cerminan bangsa.
Kenapa Orang Ditegur Malah Ngotot?
Merujuk pada penjelasan psikolog Rose Mini Agoes Salim, ada beberapa hal yang membuat orang yang melakukan kesalahan justru menjadi naik pitam, ketika ada pihak lain yanng menegur kesalahannya.
Alasan pertama adalah rasa tidak nyaman, diingatkan di depan banyak orang.
"Pertama, orang kalau ditegur di depan orang lain, raanya pasti lebih tidak nyaman, malu ya," kata Rose
Kedua adalah perasaan tidak terima, terlebih jika teguran yang disampaikan dengan cara yang kurang tepat.
"Kalau kita ditegur orang yang tidak kita kenal, ego kita jadi lebih tinggi keluarnya. Terus merasa 'siapa elu kok ngingetin gue?' bisa seperti itu. Akibatnya, dia merasa terusik," tuturnya.
Cara Menegur yang Baik
Masih merujuk pada psikolog Rose Mini Agoes salim, blio memberikan cara menegur yang baik untuk menghindari emosi ketika mengingatkan seseorang. Apabila teguran dilakukan dengan cara yang baik, pemilihan nada bicara juga hingga diksi kalimat yang baik, maka respons negatif berupa emosi tak terkendali semacam itu dapat dihindarkan.
Pakar psikolog ini juga mengingatkan untuk tidak berteriak-teriak ketika mengingatkan orang lain. Bisa disampaikan dengan cara yang baik.
Hal yang perlu diingat, melakukan teguran di muka umum saja sudah membuat seseorang merasa tidak nyaman, bagaimana pula jika teguran itu dilakukan dengan nada tinggi di hadapan banyak orang.
"Enggak perlu teriak-teriak di depan orang segitu banyaknya, jadi masih menghargai dia sebagai manusia," tandasnya.