Yuk, Lestarikan Orangutan Demi Menghidupkan Masa Depan!

Ririn Indriani Suara.Com
Sabtu, 04 November 2023 | 18:30 WIB
Yuk, Lestarikan Orangutan Demi Menghidupkan Masa Depan!
Ilustrasi orangutan. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Konservasi hutan dan seluruh ekosistem mahluk hidup di dalamnya, termasuk spesies langka Orangutan, kata Dr. Rondang S. E. Siregar, Biodiversity Conservation and Management Planning Specialist, Research Center for Climate Change – Universitas Indonesia (RCCC – UI), merupakan salah satu cara untuk meminimalkan dampak perubahan iklim.

“Orangutan memiliki peran penting untuk menjaga hutan, yaitu sebagai penebar biji dari biji-bijian dan buah-buahan yang dimakannya. Pergerakan mereka yang membawa biji-bijian tersebut memungkinkan pertumbuhan pohon baru," katanya di acara diskusi “Menjaga Orangutan, Menghidupkan Masa Depan" yang digelar The Body Shop Indonesia menggandeng Yayasan Kehati dan Orangutan Sumatera Lestari – Orangutan Information Centre (YOSL – OIC), belum lama ini.

Selain itu, lanjut Rondang, Orangutan membuat celah di antara pepohonan dengan cara mematahkan dahan dan rantingnya sehingga cahaya matahari dapat masuk ke hutan yang menstimulasi pertumbuhan tanaman di dalamnya.

"Aksi mereka ini meningkatkan biodiversitas serta ketahanan hutan, dan berdampak pada efek perubahan iklim itu sendiri,” imbuhnya lagi.

Baca Juga: Momen Pelepasliaran Orangutan di Petualangan Sherina 2 Nyata Adanya

Di Indonesia terdapat tiga spesies orangutan, yakni Orangutan Sumatera (Pongo Abelii), Orangutan Kalimantan (Pongo Pygmaeus) dan Orangutan Tapanuli (Pongo Tapanuliensis).

Ketiganya, kata Rondang, berstatus kritis berdasarkan daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN).

Jumlah Orangutan mengalami penurunan sekitar 50% dalam 60 tahun terakhir karena kehilangan habitat yang diakibatkan karena berbagai hal, termasuk pemburuan oleh masyarakat sekitar karena dianggap hama, jual beli bayi Orangutan secara ilegal, kegiatan pembalakan, pertambangan, pertanian, dan pembangunan infrastruktur di area habitat mereka.

Lebih lanjut Orangutan cenderung hidup soliter (sendiri) dan berkembang sangat lambat dengan rentang waktu melahirkan antara 6-9 tahun untuk 1 bayi.

Ki-ka: Binur Dessy Naibaho, Program Director Sustainable Landscape Yayasan Orangutan Sumatera Lestari – Orangutan Information Centre (YOSL – OIC), Suzy Hutomo, CEO The Body Shop Indonesia, Dr. Rondang S. E. Siregar, Biodiversity Conservation and Management Planning Specialist, Research Center for Climate Change – Universitas Indonesia (RCCC – UI) dan Nadia Mulya, Penulis dan Pemerhati Konservasi Orangutan menjadi pembicara di acara diskusi bertajuk “Menjaga Orangutan, Menghidupkan Masa Depan" yang digelar The Body Shop Indonesia menggandeng Yayasan Kehati dan Orangutan Sumatera Lestari – Orangutan Information Centre (YOSL – OIC) di Jakarta, Jumat (3/11/2023). (Foto: Suara.com/Ririn Indriani)
Ki-ka: Binur Dessy Naibaho, Program Director Sustainable Landscape Yayasan Orangutan Sumatera Lestari – Orangutan Information Centre (YOSL – OIC), Suzy Hutomo, CEO The Body Shop Indonesia, Dr. Rondang S. E. Siregar, Biodiversity Conservation and Management Planning Specialist, Research Center for Climate Change – Universitas Indonesia (RCCC – UI) dan Nadia Mulya, Penulis dan Pemerhati Konservasi Orangutan menjadi pembicara di acara diskusi bertajuk “Menjaga Orangutan, Menghidupkan Masa Depan" yang digelar The Body Shop Indonesia menggandeng Yayasan Kehati dan Orangutan Sumatera Lestari – Orangutan Information Centre (YOSL – OIC) di Jakarta, Jumat (3/11/2023). (Foto: Suara.com/Ririn Indriani)

Umur pertama melahirkan sekitar 14 tahun untuk betina dan sekitar 25 tahun untuk jantan, dan mereka mampu bertahan hidup hingga umur 50-60 tahun. Oleh karena itu, dibutuhkan komitmen dari semua pihak untuk memastikan kelestarian habitat mereka.

Baca Juga: Diperingati sebagai Hari Orangutan Internasional, Berikut 3 Fakta Unik Satwa Satu Ini

Dari ketiga spesies ini, Orangutan Tapanuli merupakan jenis baru, dan tergolong spesies kera paling langka di dunia. Ekosistem Orangutan Tapanuli di Batang Toru, Tapanuli Selatan ini adalah jalur pegunungan hutan hujan di provinsi Sumatera Utara.

Para ahli memperkirakan bahwa kurang dari 800 individu Orangutan Tapanuli yang tersisa di alam liar.

Melihat urgensi dari kondisi tersebut, The Body Shop Indonesia bersama Yayasan Kehati dan Yayasan Orangutan Sumatera Lestari – Orangutan Information Centre (YOSL – OIC) secara aktif mendukung program konservasi Orangutan Tapanuli, antara lain dengan program Bio-Bridge di daerah Batang Toru, edukasi yang berkelanjutan kepada generasi muda dengan melakukan road show ke beberapa kampus di Indonesia, dan mengajak masyarakat berpartisipasi aktif dalam program donasi melalui seluruh gerainya di Indonesia.

“Program Bio-Bridge merupakan program konservasi hutan dengan cara membangun koridor antara bagian (area) hutan yang terpecah akibat eksploitasi seperti perburuan ilegal dan penebangan kayu yang tidak berlandaskan asas berkelanjutan," kata Suzy Hutomo, CEO The Body Shop Indonesia.

Selain itu, program donasi, sambung dia, juga berperan penting dalam konservasi yang berkelanjutan, di antaranya dalam upaya mitigasi konflik Manusia-Orangutan, Program penyadartahuan atau edukasi untuk pelajar dan warga tentang Orangutan Tapanuli dan habitatnya, dan menginisiasikan solusi berbasis desa untuk mengatasi konflik satwa liar-manusia.

Binur Dessy Naibaho, Program Director Sustainable Landscape Yayasan Orangutan Sumatera Lestari – Orangutan Information Centre (YOSL – OIC), menjabarkan kehadiran Orangutan yang berkelanjutan di alam liar membutuhkan komitmen dan dukungan dari berbagai pihak yang bekerja di tingkat nasional, regional, dan lokal, terutama generasi muda.

Ya, generasi muda juga memiliki tugas penting menjaga kelestarian Bumi dan ekosistem mahluk hidup di dalamnya untuk masa depan.
"Keberlanjutan upaya konservasi hanya dapat dicapai melalui manajemen yang baik, penegakan hukum yang efektif, kemitraan kreatif, penjangkauan dan komunikasi publik yang sukses dan pembiayaan berkelanjutan,” lanjutnya.

Sementara itu, Nadia Mulya, Penulis dan Pemerhati Konservasi Orangutan mengatakan, dampak perubahan iklim memang telah menjadi isu yang saat ini mulai dirasakan oleh masyarakat banyak.

"Dari perbincangan ini, saya menjadi lebih terinformasi mengenai hubungan yang erat antara konservasi Orangutan dan efeknya terhadap regenerasi hutan," terangnya.

"Inisiatif yang kita tempuh dalam usaha konservasi Orangutan dan hutan itu sendiri menjadi langkah konkrit yang penting dalam meminimalkan dampak negatif dari perubahan iklim," kata Nadia lagi.

Ia juga menghimbau masyarakat, terutama generasi muda untuk selalu proaktif dalam berbagai upaya melestarikan Bumi kita. Sekecil apapun itu, kontribusi kita akan sangat berarti dan memiliki manfaat yang besar bagi kita semua.

“Mari kita menjaga Orangutan, dan menghidupkan masa depan”, tutup Suzy Hutomo.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI