Suara.com - Profil dan biodata Brahma Aryana, seorang mahasiswa dari Universitas Nahdlatul Ulama (NU) mendadak banyak dicari usai gugatannya pada MK terkait batas usia Capres.
Atas gugatan tersebut, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada akhirnya mengadakan pertemuan terkait dugaan pelanggaran kode etik. Hasil pertemuan ini akan dibacakan segera, sebelum tanggal 8 November mendatang.
Biodata Brahma Aryana
Tidak terlalu banyak informasi yang bisa diperoleh tentang profil Brahma Aryana. Namun, jika dilihat dari website BEM UNUSIA, Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, selain menjadi mahasiswa, Brahma juga merupakan menteri Pendidikan & PSDM pada organisasi tersebut.
Baca Juga: Tanpa Persiapan Khusus, Anwar Usman Jalani Sidang Pemeriksaan Kedua di MKMK
Brahma yang diketahui berusia 23 tahun ini merupakan mahasiswa yang berasal dari fakultas Soshum, tepatnya program studi Ilmu Hukum.
Isi gugatan Brahma Aryana
Dalam gugatannya, Brahma meminta frasa baru yang ditambahkan MK, yaitu “atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu, termasuk pilkada” dinyatakan inkonstitusional dan diganti menjadi lebih spesifik, yakni hanya jabatan gubernur.
Menurut Brahma, hal tersebut bisa menimbulkan persoalan ketidakpastian hukum karena adanya perbedaan pemaknaan.
Brahma menegaskan bahwa pada penyusunan putusan tersebut, lima hakim konstitusi yang setuju mengubah syarat usia minimum capres-cawapres pun tidak memiliki pandangan bulat.
Dari lima hakim itu, hanya ada tiga hakim (Anwar Usman, Manahan Sitompul, Guntur Hamzah) yang sepakat bahwa anggota legislatif atau kepala daerah tingkat apa pun, termasuk gubernur, berhak maju sebagai capres dan cawapres.
Sementara itu, 2 hakim lainnya ( Daniel Yusmic Pancastaki Foekh dan Enny Nurbaningsih) sepakat bahwa hanya kepala daerah setingkat gubernur yang berhak.
Brahma berpendapat bahwa ini dapat menimbulkan persoalan ketidakpastian hukum karena adanya perbedaan pemaknaan. Karena apabila dibaca secara utuh, maka hanya jabatan gubernur saja yang bulat disepakati 5 hakim tersebut untuk bisa maju sebagai capres-cawapres.
Brahma menegaskan, frasa baru yang ada di Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu seharusnya inkonstitusional karena hanya berdasarkan 3 suara hakim dari 5 suara hakim yang dibutuhkan
Brahma Aryana dipuji ketua MKMK
Gugatan Brahma ini rupanya mendapat sambutan hangat dari Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Jimly Asshiddiqie.
Jimly mengaku terkejut saat mendengar putusan MK yang sudah disahkan melalui penerbitan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109, rupanya digugat oleh seorang mahasiswa.
Jimly menyebut mahasiswa pemohon perkara bernomor 141/PUU-XXI/2023 itu termasuk kreatif, bahkan telah membuat sejarah baru dalam konteks konstitusi di Tanah Air.
“Nah, Anda ini membuat sejarah ini. Bagus ini! Saya sebagai Ketua MK pertama dan Ketua MKMK ini mengapresiasi Saudara,” ucap Jimly
Kontributor : Hillary Sekar Pawestri