5 Kejanggalan Gugatan Batas Usia Capres, Tak Ditandatangani Almas Tsaqibbiru?

Farah Nabilla Suara.Com
Jum'at, 03 November 2023 | 10:47 WIB
5 Kejanggalan Gugatan Batas Usia Capres, Tak Ditandatangani Almas Tsaqibbiru?
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie saat memimpin sidang pendahuluan dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi di Gedung MK, Jakarta, Selasa (31/10/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Diketahui dalam permohonan tersebut, Almas Tsaqibbiru Re A tidak dirugikan konstitusionalnya secara pribadi. Dalam permohonannya, Almas mengaku sebagai pengagum Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka. 

3. Kemunculan Tiba-Tiba Anwar Usman

Ketua MK, Anwar Usman. (Instagram/@antaranewscom)
Ketua MK, Anwar Usman. (Instagram/@antaranewscom)

Kemudian kejanggalan ketiga adalah kemunculan Anwar Usman dalam gugatan perkara no 90 dan no 91. Awalnya pada putusan perkara gugatan gelombang pertama, Ketua MK Anwar Usman yang juga adik ipar Presiden Jokowi ini tidak ikut memutus perkara.

Ketidakhadiran Anwar berbuah putusan perkara ditolak dengan komposisi 6 hakim menolak dan 2 hakim berbeda pendapat atau dissenting opinion. Namun pada perkara nomor 90 dan 91, Anwar tiba-tiba ikut membahas dan memutus perkara tersebut padahal isu konstitusionalnya sama dengan perkara gelombang pertama. 

Kehadiran Anwar tak hanya menambah jumlah hakim pemutus perkara tapi juga mengubah posisi para hakim yang dalam gelombang pertama menolak jadi mengabulkan sebagian permohonan. Hasilnya perkara nomor 90 dikabulkan sebagian.

4. Bisa Dianggap Cacat Hukum

Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Senin (16/10/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]
Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Senin (16/10/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]

Kejanggalan berikutnya adalah putusan bisa dianggap cacat hukum karena ada dugaan penyelundupan hukum. Putusan MK no 90/PUU-XXI/2023 termasuk problematik karena diduga mengandung satu cacat hukum serius dan mengandung upaya penyelundupan hukum.

Hal itu karena dalam permusyawaratan hakim yang diketuai Anwar Usman menyebut ada 5 hakim mengabulkan dan 4 disenting opinion. Terjadi perbedaan dari 5 hakim yang setuju mengabulkan.

3 hakim di antaranya sepakat menerima petitum/tuntutan pemohon. Namun 2 hakim hanya setuju dengan frase usia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai gubernur.

Dalam argumen yang dirumuskan, dalam concurring opinion bukanlah concurring tetapi itu dissenting opinion. Dengan demikian komposisinya, 6 disenting opinion dan hanya 3 hakim yang mengabulkan. Tapi dalam kenyataannya putusan MK menyebut 5 hakim setuju dan 4 disenting opinion.

Padahal pendapat Hakim Enny dan Daniel Foekh tidak setuju fase untuk seluruh kepala daerah. Enny membatasi hanya sepanjang yang bersangkutan gubernur dan harus diatur lebih lanjut oleh pembentuk undang-udang. Sementara itu hakim Foekh mengatakan setuju hanya fase gubernur tanpa ada penjelasan lebih lanjut dari pembentuk undang-undang.

Baca Juga: Mahasiswa Lawan Penggemar Gibran Minta Putusan MK Disidang Kembali Tanpa Anwar Usman, Jimly: Sangat Kreatif

5. MK Terima Berkas Saat Malam Minggu

Gedung Mahkamah Konstitusi (suara.com/Peter Rotti)
Gedung Mahkamah Konstitusi (suara.com/Peter Rotti)

Kejanggalan selanjutnya adalah demi gugatan batas usia capres-cawapres, MK disebut rela menerima berkas saat malam minggu tepatnya pada Sabtu (30/9/2023) malam. Hal ini dibeberkan sendiri oleh salah satu hakim konstitusi Arief Hidayat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI