5 Kejanggalan Gugatan Batas Usia Capres, Tak Ditandatangani Almas Tsaqibbiru?

Farah Nabilla Suara.Com
Jum'at, 03 November 2023 | 10:47 WIB
5 Kejanggalan Gugatan Batas Usia Capres, Tak Ditandatangani Almas Tsaqibbiru?
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie saat memimpin sidang pendahuluan dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi di Gedung MK, Jakarta, Selasa (31/10/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Gugatan batas usia calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) diwarnai dengan sejumlah kejanggalan. Bahkan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) mengatakan sudah mengantongi bukti rekaman CCTV soal dugaan kejanggalan pendaftaran gugatan capres-cawapres.

Diketahui gugatan itu terkait putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 ketika MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres meski tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun. 

Putusan itu memberi tiket pada Gibran Rakabuming Raka yang merupakan putra sulung Presiden Jokowi sekaligus keponakan Ketua MK Anwar Usman, untuk maju Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun dengan bekal status Wali Kota Solo yang disandangnya selama 3 tahun.

Lantas apa saja kejanggalan gugatan capres-cawapres yang dimaksud? Simak penjelasan berikut ini.

1. Tidak Ditandatangani Pemohon

Almas Tsaqibbiru Re A, penggugat batasan usia capres-cawapres yang berkuliah di Universitas Surakarta. [ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha]
Almas Tsaqibbiru Re A, penggugat batasan usia capres-cawapres yang berkuliah di Universitas Surakarta. [ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha]

Fakta baru terungkap dalam sidang MKMK berkaitan dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dianggap memuat konflik kepentingan. Dalam sidang pemeriksaan salah satu pelapor, Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) mengungkap bahwa dokumen perbaikan permohonan yang dilayangkan pemohon bernama Almas Tsaqibbirru itu tak ditandatangani kuasa hukum maupun Almas sendiri. 

PBHI mendapat dokumen itu langsung dari situs resmi MK dan dipaparkan dalam persidangan.

"Kami berharap ini juga diperiksa. Kami khawatir apabila dokumen ini tidak pernah ditandatangani sama sekali maka seharusnya dianggap tidak pernah ada perbaikan permohonan atau bahkan batal permohonannya," ucap Ketua PBHI Julius Ibrani pada Kamis (2/11/2023).

Padahal selama ini MK jadi pionir dan teladan dalam pemeriksaan persidangan yang begitu disiplin, termasuk tertib administratif. Dengan begitu temuan dokumen perbaikan permohonan yang tak ditandatangani tersebut jadi suatu kejanggalan.

"Kami mendapat satu catatan, dokumen ini tidak pernah ditandatangani dan ini yang dipublikasikan secara resmi oleh MK melalui situsnya," sambung Julius.

Baca Juga: Mahasiswa Lawan Penggemar Gibran Minta Putusan MK Disidang Kembali Tanpa Anwar Usman, Jimly: Sangat Kreatif

2. Legal Standing Pemohon Lemah: Pengagum Gibran

Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka memberi pernyataan saat berkunjung ke Kantor DPP PDIP di Jakarta Pusat, Senin (22/5/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]
Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka memberi pernyataan saat berkunjung ke Kantor DPP PDIP di Jakarta Pusat, Senin (22/5/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]

Kejanggalan kedua gugatan batas usia capres-cawapres adalah terkait dengan legal standing pemohon yang lemah. Pemohon mengajukan permohonan pengujian materiil tersebut bukan untuk kepentingan dirinya sendiri sehingga tidak relevan diberikan kedudukan hukum/legal standing, untuk bertindak sebagai pemohon.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI