Suara.com - Gugatan mahasiswa Almas Tsaqibbiru soal batas usia capres cawapres ternyata belum ditandatangani.
Hal ini terungkap dalam sidang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) tentang Putusan MK soal gugatan capres cawapres yang disinyalir memuat konflik kepentingan dan melanggar etik hakim.
Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) salah satu pelapor mengungkapkan bahwa dokumen permohonan batas usia capres yang diajukan Almas Tsaqibbiru ternyata tak ditandatangani kuasa hukum maupun sang pemohon sendiri.
"Kami khawatir apabila dokumen ini tidak pernah ditandatangani sama sekali maka seharusnya dianggap tidak pernah ada perbaikan permohonan atau bahkan batal permohonannya," kata Ketua PBHI Julias Ibrani secara online dalam sidang pemeriksaan.
Baca Juga: PBHI Soroti Tak Ada Tanda Tangan Pemohon dalam Gugatan Perkara Batas Usia Minimal Capres-Cawapres
PBHI mendapatkan dokumen yang tak ditandatangani itu dari situs resmi MK.
"Kami mendapatkan satu catatan, dokumen ini tidak pernah ditandatangani dan ini yang dipublikasikan secara resmi oleh MK melalui situsnya," lanjutnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konsitusi mengabulkan permohonan dari Almas Tsaqibbiru yang mengajukan gugatan batas usia capres cawapres. Almas menuliskan permohonan bahwa seseorang yang berusia di bawah 40 tahun boleh mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden asalkan pernah atau sedang menjabat sebagai kepala darah melalui proses Pemilu.
Permohonan ini dikabulkan oleh Ketua MK Anwar Usman yang tak lain adalah ipar Presiden Joko Widodo melalui Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Tak lama setelah MK mengabulkan permohonan itu, Gibran Rakabuming Raya pun maju sebagai bakal calon presiden mendampingi Prabowo Subianto.
Baca Juga: Mengenal Apa Itu Hak Angket: Syarat, Cara Kerja, Dampak yang Harus Diperhatikan
Lantas, apakah dokumen permohonan yang ternyata tak ditandatangani pelapornya ini bisa menggugurkan putusan MK? Apakah Gibran Rakabuming juga bisa gagal maju cawapres karenanya?