Suara.com - Media sosial lagi-lagi diramaikan oleh kasus pembullyan yang terjadi di lingkungan pendidikan. Bahkan, kali ini tak hanya mengakibatkan penyakit psikis saja melainkan sudah fisik. Kejadian naas ini pun dialami oleh seorang anak SD di Tambun.
Fatir Arya Adinata (12) siswa sekolah dasar negeri (SDN) Jatimulya 09, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, harus diamputasi bagian kaki kirinya usai diselengkat temannya. Selain itu, ia juga ternyata kerap diolok-olok di sekolah.
"Sebelum itu (jatuh) sering di olok-olok ‘anak mama, sok kegantengan’ kaya gitu, karena anak saya (Fatir) sering maju di kelas, menjatuhkan mental lah ya," kata Ibunda Fatir, Diana Novita saat dihubungi, Selasa (31/10).
Merespon hal itu, Wakepsek SDN Jatimulya 09 yang juga merupakan Wali Kelas 6, Sukaemah mengatakan bahwa selama ini dirinya tidak pernah melihat adanya aksi olok-olok terhadap Fatir.
Baca Juga: Viral Kaki Bocah SD Korban Bully Diamputasi, Respons Sang Guru Bikin Publik Geram
"Nah itu yang dikatainnya semacam apa ya, kan saya di kelas terus, kalau ada perundungan pasti lah anak-anak lapor," kata Sukaemah.
Adapun menurutnya, di kalangan kelas 6 SD aksi saling ejek itu merupakan hal yang biasa.
"Mungkin kalau bercanda-bercandaan ‘ah lu jelek, ah lu hitam’ mungkin ya namanya sudah kelas 6, sudah biasa kayanya juga. Mungkin menurut Fatir lain lagi kali ya," ujarnya.
Oleh karenanya, dia bersikukuh bahwa yang dialami Fatir bukan sebuah perundungan melainkan hanya sebuah candaan saja.
"Bercanda ya itu, bukan yang dirundung. Kalau dirundungkan beda lagi ya kekerasan," ucapnya.
Lagipula kata Sukaemah, selama ini dirinya tidak pernah mendapati laporan dari Fatir terkait perundungan atau ejekan yang dilakukan oleh temannya.
"Fatir itu kan bukan anak bodoh, anak pintar, anak cerdas, anak soleh. Pasti kalau dia diginiin (diejek) temannya pasti dia ngomong sama gurunya. Tapi selama ini gak ada (laporan)," tuturnya.
Klaim bercanda itu juga kata Sukaemah, termasuk soal peristiwa Fatir disliding oleh temannya saat hendak jajan.
"Dalam peristiwa itu mereka jajan, bercanda-bercanda nah tanpa sengaja selengkatan, jatuh," ucapnya.
"Mereka bercanda-bercanda, main terus jajan. Jadi kalau untuk perundungan kayanya terlalu jauh ya, ini mereka jajan terus selengkatan kaki, nah satu orang ke Fatir jatuh," sambungnya.
Diberitakan sebelumnya, Ibunda Fatir, Diana Novita mengungkap usai putranya disliding oleh teman sekolahnya, Fatir mengalami masalah serius pada bagian lutut kakinya.
Berbagai upaya dilakukan Diana untuk kesembuhan Fatir, bahkan sampai harus membawa sang putra ke tiga rumah sakit untuk menjalani sejumlah pemeriksaan mulai dari rontgen, hingga MRI.
Fatir sempat didiagnosis mengalami kanker tulang. Diana memastikan, pihak dokter yang menangani putranya mengatakan bahwa kanker tulang yang dialami Fatir dipicu oleh peristiwa jatuhnya Fatir saat diselengkat temannya.
"Iya ada (penjelasan dokter), pemicunya (kanker tulang) karena terjatuh, benturan," ucapnya.
Dari hasil permeriksaan di tiga rumah sakit juga menyatakan hasil yang sama, yakni jalan terakhir untuk kesembuhan Fatir satu-satunya hanyalah melakukan amputasi pada bagian kakinya.
"Karena setelah tiga hari itu Fatir tidak bisa berjalan, sakit kakinya. Dari situ lah saya pengobatan Fatir, sehingga terjadi lah amputasi ini, perjalanan yang cukup panjang," ujarnya.
Kini Fatir masih menjalani perawatan secara intensif di RS Kanker Dharmais Jakarta.
Siapa sangka apa yang disampaikan wakil kepala sekolah memicu kemarahan publik. Lantaran wakil kepala sekolah mengaku tidak tahu ada jika perundungan tersebut kerap terjadi, bahkan mengklaim kalau hal itu hanyalah sebuah candaan belaka.
Isu yang ditekankan adalah kenapa siswa bisa tidak melaporkan perundungan jika mengalami hal tersebut, hingga masih saja ada normalisasi bullying di balut dengan kata bercanda.
Penyebab Anak-anak Melaporkan Perundungan
Beberapa korban bullying tidak pernah memberitahu orang tua bahkan guru tentang viktimisasi mereka, tentu saja mereka memiliki alasan kenapa tak bernai mengatakan hal yang menimpanya kepada orang lain. Beirkut beberapa alasannya.
1. Takut Kalau Perundungan Akan Semakin Memburuk
Tak sedikit anak yang khawatir bahwa jika mereka melaporkan intimidasi yang ia terima, pelaku akan membalas dan menjadi lebih kejam. Akibatnya, anak-anak akan merahasiakan penindasan tersebut atau memberitahu dengan persyaratan agar tidak ada tindakan apapun terkait situasi tersebut.
2. Merasa Tidak Ada Perubahan Meskipun Sudah Lapor
Korban penindasan sering mengaku bahwa memberi tahu seseorang akan tidak berguna. Hal ini khususnya terjadi di sekolah atau ruang kelas di mana laporan penindasan malah menyebabkan sedikit atau tidak ada intervensi yang aktif.
3. Merasa Tidak Berdaya
Korban bullying biasanya merasa kalau dirinya tidak berdaya, terutama jika kaitannya denga melaku intimidasi. Maka dari itu hal ini memicu perasaan bahwa melaporkan penindasan tidak ada gunanya.
Terjadi Banalitas
Dalam kasus bullying beberapa orang pasti akan menanyakan siapa yang salah, alih-alih menanyakan apa yang salah. Pertanyaan perihal siapa yang salah malah muncul sebagai proses pengkambing hitaman saja.
Pada kasus bullying kerap terlalu fokus dengan pelaku yang muncul di permukaan, tidak kemudian menemukan akar utama permasalahan. Sedangkan pertanyaan soal apa yang salah seolah jadi hal tabu untik diangkat.
Dalam kasus pembullyan ini pihak yang berwenang kerap tidak menggunakan otoritasnya secara bijaksana. Malah seolah melindungi pelaku bullying dengan cara membentuk pelaziman tindakan kasar dan salah. Hal tersebut pun disebut sebagai istilah banalitas.
Banalitas ini menjadi musuh bersama, untuk mencegah adanya kekerasan-kekerasan baik yang bersifat verbal maupun fisik dianggap jadi hal lazim atau dinormalisasi.