Pilu, Perempuan Palestina Harus Minum Pil Tunda Menstruasi di Tengah Perang, Bahaya Nggak Sih?

Dinda Rachmawati Suara.Com
Rabu, 01 November 2023 | 15:33 WIB
Pilu, Perempuan Palestina Harus Minum Pil Tunda Menstruasi di Tengah Perang, Bahaya Nggak Sih?
Anggota keluarga Palestina duduk di lokasi rumah mereka yang hancur, pada sebuah hari musim dingin di selatan Jalur Gaza. [REUTERS/Mohammed Salem/wsj/cfo (REUTERS/MOHAMMED SALEM]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kondisi tidak sehat dan menyedihkan yang dialami masyarakat Palestina akibat serangan Israel terus berlanjut di Gaza. Hal tersebut akhirnya memaksa sejumlah perempuan terpaksa meminum pil penunda menstruasi.

Dikutip Aljazeera, menghadapi pengungsian, kondisi tempat tinggal yang terlalu padat, dan kurangnya akses terhadap air dan produk kebersihan menstruasi seperti pembalut wanita dan tampon, para perempuan telah mengonsumsi tablet norethisterone.

Obat ini biasanya diresepkan untuk kondisi seperti perdarahan menstruasi yang parah, endometriosis, dan nyeri haid – untuk menghindari rasa tidak nyaman dan nyeri saat menstruasi.

Menurut Dr Walid Abu Hatab, seorang konsultan medis kebidanan dan ginekologi di Nasser Medical Complex di selatan kota Khan Younis, tablet tersebut berfungsi menjaga kadar hormon progesteron tetap tinggi untuk menghentikan rahim melepaskan lapisannya, sehingga menunda menstruasi.

Baca Juga: Belum Tentu Bisa Selamat, Cerita Relawan Indonesia Berlindung dari Serangan Bom Israel di Bawah Tanah

Pil tersebut mungkin memiliki efek samping seperti pendarahan vagina yang tidak teratur, mual, perubahan siklus menstruasi, pusing dan perubahan suasana hati, menurut para profesional medis.

Saynganya bagi beberapa perempuan di Palestina seperti Salma Khaled, mereka tidak punya pilihan lain, selain mengambil risiko di tengah gencarnya serangan Israel dan blokade Gaza.

Salma meninggalkan rumahnya di lingkungan Tel al-Hawa di Kota Gaza dua minggu lalu dan tinggal di rumah kerabatnya di kamp pengungsi Deir el-Balah di Gaza tengah. Wanita berusia 41 tahun ini mengatakan bahwa dia terus-menerus berada dalam ketakutan, ketidaknyamanan dan depresi, yang berdampak buruk pada siklus menstruasinya.

"Saya mengalami hari-hari tersulit dalam hidup saya selama perang ini. Saya mendapat menstruasi dua kali dalam bulan ini, yang sangat tidak teratur bagi saya dan mengalami pendarahan hebat," kata dia.

Salma mengatakan tidak tersedia cukup pembalut di beberapa toko dan apotek yang masih buka. Sementara itu, berbagi rumah dengan puluhan kerabat di tengah kekurangan air telah membuat kebersihan rutin menjadi sebuah kemewahan bahkan mustahil. Penggunaan kamar mandi harus dijatah, dan mandi dibatasi beberapa hari sekali.

Baca Juga: Blunder Komentari Serangan Israel ke Palestina Seperti Hukum Qisash, Hidup Mewah Pendeta Gilbert Lumoindong Dikuliti

Apotek dan toko sama-sama menghadapi berkurangnya persediaan karena pengepungan total yang diberlakukan oleh Israel menyusul serangan oleh sayap bersenjata kelompok Palestina Hamas pada tanggal 7 Oktober 2023 lalu. 

Selain itu, pemboman Israel terhadap jalan-jalan utama di Jalur Gaza telah membuat pengangkutan produk-produk medis menjadi terhambat. Tanpa sarana untuk mengatur menstruasinya seperti biasanya, Salma memutuskan untuk mencoba mencari pil agar tidak menstruasi.

Meskipun pembalut wanita banyak diminati dan sulit ditemukan, tablet penunda menstruasi umumnya lebih banyak tersedia di beberapa apotek karena jarang digunakan.

"Saya meminta putri saya pergi ke apotek dan membeli pil penunda menstruasi. Mungkin perang ini akan segera berakhir dan saya tidak perlu menggunakannya lebih dari sekali,” tambahnya, khawatir dengan kemungkinan efek samping pil tersebut pada tubuhnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI