Profil Enny Nurbaningsih, Hakim Konstitusi sampai Nangis Waktu Sidang Majelis Kehormatan MK

Rabu, 01 November 2023 | 09:58 WIB
Profil Enny Nurbaningsih, Hakim Konstitusi sampai Nangis Waktu Sidang Majelis Kehormatan MK
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam sidang yang disiarkan secara virtual (ANTARA/Dyah Dwi)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjalani sidang soal dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi pada Selasa (31/10/2023) kemarin. Dalam sidang tertutup yang digelar Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) selama kurang lebih satu jam itu, Enny mengaku menangis.

Salah satu materi yang diperiksa MKMK dalam sidang pemeriksaan Enny adalah terkait alasan beda atau concurring opinion Enny dengan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic Pancastaki Foekh. Keduanya tidak setuju semua pejabat negara hasil pemilu termasuk kepala daerah di segala level dapat menjadi capres-cawapres sebelum usia 40 tahun. Simak profil Enny Nurbaningsih, hakim konstitusi yang sampai menangis saat sidang MKMK berikut ini.

Profil Enny Nurbaningsih

Enny Nurbaningsih lahir di Pangkal Pinang, 27 Juni 1962 sehingga kini berusia 61 tahun. Dia menjabat sebagai Hakim Konstitusi untuk masa jabatan tahun 2018-2023. Enny dilantik Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 13 Agustus 2018 menggantikan Maria Farida. Dia terpilih oleh panitia seleksi calon hakim konstitusi setelah melalui seleksi yang ketat.

Baca Juga: Pelapor Anwar Usman Tuding MKMK Dikendalikan Dari Istana: Sudah Tak Mandiri Lagi

Sebelumnya, Enny menjabat sebagai Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) selama 4 tahun. Enny merupakan Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Dia juga terlibat aktif dalam organisasi terkait ilmu hukum tata negara yang digelutinya.

Enny pernah satu organisasi dengan Mahfud MD di Parliament Watch pada tahun 1998 silam. Pembentukan Parliament Watch dilatarbelakangi oleh kebutuhan pengawasan terhadap parlemen sebagai regulator.

Perjalanan karier Enny di dunia hukum semakin panjang dengan keterlibatannya dalam proses penataan regulasi baik di tingkat daerah maupun nasional. Keseriusan Enny mendalami penataan regulasi dikarenakan dia merasa hal tersebut sangat diperlukan oleh Indonesia. Dari situ Enny pun kerap diminta menjadi narasumber hingga menjadi staf ahli terkait.

Riwayat pendidikan Enny adalah S-1 Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (1981). Dia kemudian menempuh pendidikan S-2 Hukum Tata Negara Program Pascasarjana di Universitas Padjadjaran Bandung (1995) dilanjutkan dengan S-3 Ilmu Hukum Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (2005).

Nangis Diperiksa MKMK

Baca Juga: Berlinangnya Air Mata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam Sidang Majelis Kehormatan MK

Enny Nurbaningsih diperiksa soal dugaan pelanggaran etik berkaitan dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dianggap memuat konflik kepentingan. Dia bahkan mengaku menangis saat diperiksa MKMK.

"Sudah habis kami nangisnya tadi," kata Enny kepada awak media pada Selasa (31/10/2023) malam.

Salah satu isu yang dibahas dalam pemeriksaan MKMK adalah bergesernya pendapat berbeda atau dissenting opinion dari Enny dan hakim konstitusi lainnya, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh menjadi alasan berbeda (concurring opinion).

Isu bergesernya dissenting opinion Enny dan Daniel menjadi concurring opinion sangat krusial. Hal ini karena keduanya mengaku tidak setuju semua pejabat negara hasil pemilu, termasuk kepala daerah di segala level dapat menjadi capres-cawapres sebelum 40 tahun.

Putusan 90 Tiket Mulus Gibran Maju Cawapres

Dugaan pelanggaran kode etik ini muncul setelah MK yang diketuai ipar Presiden Jokowi, Anwar Usman mengabulkan gugatan terkait syarat usia capres-cawapres pada Senin (16/10/2023) lewat putusan kontroversial. Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres meski tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.

Putusan itu memberi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka untuk maju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya selama 3 tahun.

Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) maju sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan telah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke KPU RI pada Rabu (25/10/2023). 

Sementara itu, Anwar Usman membantah dia terlibat konflik kepentingan dalam memutus perkara ini. Meski pendapat berbeda (dissenting opinion), hakim konstitusi yang tak setuju Putusan 90 itu mengungkap bagaimana keterlibatan Anwar mengubah sikap MK dalam waktu singkat.

Hingga kini, MK telah menerima secara resmi 18 aduan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim dari putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 itu. Aduan itu pun bervariasi, mulai dari melaporkan Ketua MK Anwar Usman selaku paman Gibran.

Ada juga yang minta Anwar Usman mengundurkan diri, melaporkan seluruh hakim konstitusi, melaporkan hakim yang menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion) serta desakan agar segera dibentuk MKMK. 

Sementara itu, MKMK menyatakan akan membacakan putusan paling lambat pada 7 November 2023. Itu adalah sehari sebelum tenggat pengusulan bakal pasangan capres-cawapres pengganti ke KPU RI.

Kontributor : Trias Rohmadoni

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI