Suara.com - Seruan boikot terhadap sejumlah produk yang mendukung Israel turut ramai di Indonesia. McDonalds jadi salah satu produk makanan yang jadi sasaran boikot. Pemicunya akibat aksi kontroversi dari McDonalds di Israel yang memberi makanan gratis kepada tentara dan warga Israel di tengah situasi kelaparan yang terjadi di Palestina akibat adanya konflik.
Seruan boikot yang terjadi di Indonesia sebenarnya juga menimbulkan kontroversi. Suara.com coba memotret dampak yang terjadi akibat seruan itu dengan mendatangi salah satu gerai McDonald's yang ada di kawasan Senayan, Jakarta Selatan.
Cabang restoran cepat saji itu termasuk salah satu yang sering dikunjungi masyarakat lantaran lokasinya yang strategis dekat dengan mall, perkantoran, serta kampus. Suara.com datang ke gerai tersebur pada Selasa (31/20) sekitar pukul 2 siang. Meskipun waktu istirahat perkantoran sudah selesai, tapi rupanya restoran cepat saji itu tetap dipadati pengunjung.
Area tempat duduk luar memang nampak kosong lantaran terpapar langsung cahaya matahari. Tetapi, begitu masuk ke dalam ruangan ada begitu banyak penumpang yang memenuhi hampir seluruh kursi yang ada. Hanya ada sekitar 2 sampai 3 meja yang masih kosong. Terlihat pengunjung rata-rata merupakan pekerja juga anak sekolah.
Pada fasilitas drive thru atau layanan pesan bawa pulang juga masih ada pelanggan yang memesan menu lewat jalur tersebut.
Suara.com mewawancarai beberapa pelanggan McDonalds dengan menanyakan alasan mereka tetap mau membeli makanan cepat saji tersebut. Secara umum, alasan para pengunjung itu tetap menyantap McDonald's lantaran tidak setuju dengan boikot yang ada.
Seperti yang diutarakan Mawar, karyawan swasta di Jakarta. Menurutnya, aksi boikot yang diutarakan di media sosial juga oleh para publik figur itu tidak benar-benar efektif untuk menghentikan serangan Israel kepada masyarakat Palestina di jalur Gaza.
"Gak akan ngefek menurut saya boikot-boikot gitu. Kecuali memang beneran boikotnya," kata Mawar kepada suara.com.
Bila aksi boikot itu serius, lanjutnya, dia merasa perlu peran serta dari pemerintah.
"Misal dari pemerintah melarang waralaba yang berkaitan sama Israel dan sebagainya seperti yang dilakukan oleh pemerintah Irlandia, mungkin ya gak akan makan McDonald's," ujarnya.
Pendapat lainnya disampain oleh Rosa yang masih jajan McDonald's secara online. Menurutnya, tidak perlu ada aksi boikot McDonald's di Indonesia karena tidak ada kaitannya dengan tindakan yang dilakukan pihak restoran di Israel.
"Terlepas dia dukung Israel, tapi semua barangnya didapat dari Indonesia, pekerjanya juga semua orang Indonesia, lalu apa alasannya memboikot? Justru itu seperti merampas hak mereka untuk dapat gaji kalau aksi itu berdampak terhadap pemasukan perusahaan. Jadi gak ada relevansinya," tutur Rosa.
Sikap berbeda mungkin akan dia lakukan bila berada di Amerika Serikat yang jelas menyatakan pro terhadap Israel dan memberi bantuan. Sehingga dia tidak akan membeli produk dari brand yang jelas menyatakan membela penyerang warga Palestina tersebut.
"Tapi ini kan Indonesia yang 80 persen kayanya orang-orangnya pro Palestina," ujarnya.
Alasan praktis disampaikan konsumen lain di McDonald's, Malik. Dia mengaku alasan dirinya tetap membeli makanan itu lantaran kebanyakan restoran cepat saji tersebut buka 24 jam. Sehingga, kerap kali jadi andalan dirinya saat ingin makan tengah malam.
Terkait seruan boikot itu, Malik merasa tidak ada kaitannya antara aksi McDonald's Indonesia dengan reatoran di Israel. Dia sendiri telah membaca penjelasan dari pihak McDonald's Indonesia yang menjelaskan tidak terikat dengan kebijakan dari cabang di negara lain.
"Sempat baca diberita kalau saham McDonald's di Indonesia yang punya orang sini, dikelola juga sama orang sini, dan gak ada kaitan dengan kegiatan bagi-bagi makanan di Israel, jadi buat apa sampai boikot di sini juga," ucap Malik.