Riuh Boikot Produk Pendukung Israel, Apa yang Bisa Dipelajari dari Kemenangan Gerakan 'Boycott Divestment Sanctions'?

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Selasa, 31 Oktober 2023 | 12:45 WIB
Riuh Boikot Produk Pendukung Israel, Apa yang Bisa Dipelajari dari Kemenangan Gerakan 'Boycott Divestment Sanctions'?
Ilustrasi Starbucks (Pexels/Dom J)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Salah satu gerai McDonald's Indonesia (Instagram/@mcdonaldsid)
Salah satu gerai McDonald's Indonesia (Instagram/@mcdonaldsid)

McDonald's Indonesia lakukan prioritas lain di tengah seruan boikot yang terjadi imbas dari konflik antara Israel dengan Hamas di Jalur Gaza. Diketahui, sebelumnya ramai seruan boikot terhadap restoran cepat saji itu akibat adanya aksi kontroversi dari McDonald's di Israel yang memberi makanan gratis kepada tentara dan warga Israel. 

Meta menegaskan, McDonald’s Indonesia yang berada di bawah naungan PT Rekso Nasional Food, sebagai pemegang lisensi McDonald’s di Indonesia, juga menegaskan tidak terhubung dengan kegiatan operasional maupun keputusan McDonald's negara lain, termasuk yang ada di Israel.

Meta menyatakan kalau McDonald’s Indonesia hanya akan menyajikan hidangan disukai dan dipercaya oleh konsumen.

"Dedikasi kami sepenuhnya difokuskan untuk memberikan pengalaman bersantap yang disukai dan dipercaya pelanggan melalui pelayanan terbaik, menyajikan makanan dengan kualitas terdepan, serta terus berupaya memberikan kontribusi positif bagi komunitas dan masyarakat Indonesia - sejalan dengan filosofi 'Niat Baik, Hasil Baik’ yang diajarkan oleh pendiri kami," pungkas Meta.

Mengukur keberhasilan boikot

Profesor Manajemen dan Organisasi Lingkungan, Brayden King menyebutkan aksi boikot kerap kali tidak efektif karena ada faktor kebiasaan konsumen atau pelanggan produk tersebut. Padahal tujuan utama boikot, yaitu memberikan tekanan finansial pada perusahaan tersebut, dengan harapan bisa menekan pemerintah atau malah berbalik mendukung negara yang jajah yakni Palestina.

“Tetapi ternyata boikot biasanya tidak berhasil. Boikot yang biasa terjadi tidak berdampak banyak pada pendapatan penjualan," ujar Prof. Brayden mengutip Northwestern, Selasa (31/10/2024).

Menurut Prof. Brayden, sifat kebiasaan ini sulit untuk dipengaruhi karena kerap jadi kebutuhan sehari-hari dan sulit cari penggantinya dengan kualitas yang sama. Bahkan disebutkan juga, orang yang terbiasa melakukan boikot memang bukan target perusahaan tersebut untuk jadi konsumennya.

“Pikirkan aktivis PETA (organisasi hak asasi binatang) yang memboikot KFC. Itu adalah boikot yang tidak akan berdampak banyak pada pendapatan penjualan," jelas Prof. Brayden.

Baca Juga: Ikut Kena Boikot Di Tengah Agresi Israel ke Palestina, McDonalds Indonesia: Kenyamanan Pelanggan Prioritas Utama

Ilustrasi Boikot.
Ilustrasi Boikot.

Tapi Prof. Brayden juga mencatat boikot bisa sangat efektif juga mendapat perhatian media, khususnya jika perusahaan tersebut diberitakan secara negatif, termasuk jika ada kebijakan yang dinilai tidak baik atau bahkan merugikan masyarakat maka dinilai akan sangat berdampak.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI