Suara.com - Kasus dugaan pemerasan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri masih berlanjut. Kekinian, polisi rupanya kembali menggeledah rumah Firli yang ada di Perumahan Villa Galaxy, Bekasi, Jawa Barat, hari ini, Kamis (26/10/2023).
Kabar mengenai penggeledahan itu pun jadi perbincangan publik di media sosial. Pada kolom komentar cuitan Suara.com di X tentang berita penggeledahan tersebut, netizen bahkan menyebut kasus itu mirip tragedi 'cicak vs buaya' antara KPK dengan polisi.
"Rumah Ketua KPK Firli Bahuri digeledah oleh Polisi!" demikian judul thread pada akun X suara.com, Kamis (26/10/2023).
"Mirip cicak lawan buaya episode ke 2 tapi cicak gak dapat dukungan dari netizen," komentar @Alhamdulillahm7.
Baca Juga: Rumah Digeledah Polisi, Ketua KPK Firli Bahuri Sibuk Ngetwit: Serangan Balik Koruptor!
Cuitan suara.com telah dilihat lebih dari 340 ribu dalam waktu kurang dari 4 jam. Sejumlah netizen ada yang setuju kalau kasus yang melibatkan Firli Bahuri itu bak pengulangan cicak vs buaya. Tragedi apa itu sebenarnya?
Sejarah Cicak vs Buaya
Kasus cicak vs buaya sebenarnya analigi dari perseteruan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Mabes Polri RI. Tragedi itu terjadi pertama kali pada Juli 2009 di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Perseteruan itu berawal dari isu yang beredar adanya penyadapan oleh pihak KPK terhadap Kabareskrim Mabes Polri saat itu, Komjen Susno Duadji. Pejabat Polri itu dituding terlibat pencairan dana dari nasabah Bank Century, Boedi Sampoerna.
Analogi cicak vs buaya itu juga pertama kali dilontarkan oleh Susno Duadji. KPK diibaratkan cicak kecil, sedangkan Polri yang diibaratkan sebagai buaya karena besar.
Baca Juga: Rumah Firli Bahuri di Bekasi Digeledah Polisi, 4 Tetangga Ikut Diperiksa: Masih Shock, Kebingungan
Imbas dari tindakan penyadapan tersebut, dua Wakil Ketua KPK saat itu, yakni Bibit Samad Riyanto dan Chandra Martha Hamzah ditangkap oleh Bareskrim Mabes Polri atas tuduhan tindak pidana pemerasan dan penyalahgunaan wewenang.
Kejadian itu juga jadi puncak dari kisruh cicak vs buaya yang menimbulkan reaksi keras para aktivis antikorupsi untuk membela KPK.
Bibit dan Chandra ditahan polisi selama beberapa minggu. Hingga pada oekan kedua, Presiden SBY buka suara atas kekisruhan tersebut. Menurut SBY, ada sejumlah permasalahan antara tiga lembaga penegak hukum saat itu, yakni Polri, Kejaksaan Agung, dan KPK.
SBY meminta agar polisi dan kejaksaan tidak membawa kasus tersebut ke pengadilan.
Cicak vs Buaya jilid 2
Tragedi cicak vs buaya kembali terulang ketika masa kepemimpinan KPK diketuai oleh Abraham Samad. Hal itu dipicu karena KPK yang mengusut kasus dugaan korupsi simulator SIM yang menjerat mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Djoko Susilo.
Cicak vs buaya jilid 2 ini lebih ramai karena sampai membuat puluhan anggota Brigade Mobile mengepung gedung KPK pada Jumat malam, 5 Oktober 2012. Para anggota polisi itu berniat menangkap salah satu penyidik KPK saat itu, Komisaris Novel Baswedan, yang ikut jadi penyidik kasus dugaan korupsi simulator SIM.
Namun, penangkapan Novel justru tidak ada kaitannya dengan kasus tersebut. Dia ditangkap denga alasan tuduhan terlibat aksi penganiayaan berat saat masih bertugas di Kepolisian Daerah Riau, beberapa tahun sebelum bertugas di KPK. Penangkapan itu kembali memicu reaksi dari aktivis antikorupsi yang sampai lakukan demonstrasi selama berhari-hari.
Para aktivis membuat pagar betis di gedung KPK dan mendesak agar Presiden SBY turun tangan. SBY pun meminta kepada KPK dan Polri memberikan penjelasan yang jujur dan jelas agar kasus cicak vs buaya jilid 2 tidak akan terjadi.
Cicak vs Buaya jilid 3
Kisruh antara KPK dengan Polisi kembali terulang saat masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Cicak vs buaya jilid 3 terjadi pada awal 2015. Hal itu bermula dari KPK yang menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi rekening gendut. Padahal saat itu, Budi tengah jadi kandidat tinggal Kapolri.
Beberapa hari setelah penetapan tersangka itu, kepolisian menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjajanto saat sedang mengantarkan anaknya ke sekolah.
Lima jam setelah penangkapan tersebut, Presiden Joko Widodo memanggil Ketua KPK dan Wakapolri. Jokowi meminta agar Polri dan KPK memastikan proses hukum harus objektif dan sesuai dengan aturan Undang-undang.
Kisruh itu berakhir dengan status tersangka Budi Gunawan dicabut dalam proses sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hakum menilai kalau penetapan tersangka kepada Budi Gunawan tidak sah dan tak berdasarkan hukum.