Suara.com - Gibran Rakabuming disandingkan dengan Perdana Menteri (PM) Indonesia Sutan Sjahrir yang berhasil memimpin negara di usia 36 tahun. Pernyataan ini diungkapkan langsung oleh Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartanto bahwa anak muda bisa membawa perubahan dalam suatu negara.
Apalagi kata Airlangga, Sutan Sjahrir jadi sosok revolusioner dan PM pertama Indonesia.
"Kenapa Partai Golkar berpikir anak muda? Kita punya sejarah contohnya Sutan Sjahrir menjadi PM pertama sejak Indonesia diproklamasirkan oleh Soekarno Hatta umur 36 tahun. Dan Sutan Sjahrir adalah Kepala Eksekutif atau Kepala Pemerintahan," kata Airlangga saat menyampaikan sambutan di kantor DPP Partai Golkar, Sabtu (21/10/2023).
Pernyataan itu membuat publik juga dibuat penasaran hingga ingin lebih mengenal sosok dan profil Sutan Sjahrir. Lantas siapa sebenarnya Sutan Sjarir? Berikut ini profil lengkapnya yang berhasil dirangkum suara.com.
Baca Juga: Head to Head Gibran vs Ridwan Kamil: Kok Bisa Golkar Pilih Anak Jokowi?
Sutan Sjahrir adalah PM pertama Indonesia pertama pada 1945, setelah sebelumnya terkenal sebagai tokoh revolusioner Indonesia pasa 1930-an dan 1940-an. Ia dianggap sebagai seorang intelektual muda, karena lebih mementingkan kepentingan bersama daripada kepentingan politik.
Sutan Sjahrir lahir di Padang Panjang, Sumatera Barat pada 5 Maret 1909. Ia anak sadi Mohammad Rasad gelar Maharaja Soetan bin Soetan Leman gelar Soetan Palindih dan Puti Siti Rabiah. Pada awal 1926, Sutan Sjahrir menyelesaikan pendidikannya di MULO ( Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) atau Sekolah Menengah Pertama pada zaman kolonial Belanda.
Sosok Anti Jepang
Melansir situs Kemendikbud, Sutan Syahrir merupakan sosok pemberani, yang sangat anti-Jepang. Syahrir juga seorang pemimpin bawah tanah di zaman pendudukan Jepang yang dengan berani mendengarkan siaran radio Sekutu. Padahal, nyawa bisa jadi taruhan karena ada larangan keras mendengarkan siaran radio. Dalam lemari di kamarnya tersimpan radio yang memantau berita kemenangan Sekutu, termasuk penyerahan Jepang.
Baca Juga: Profil Bupati Blitar Rini Syarifah Diduga Palsukan Sewa Rumah Rp 490 Juta
Setelah menyelesaikan pendidikan di ELS setara sekolah SD, Sutan Syahrir kemudian masuk di MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) yang setingkat dengan sekolah menengah pertama atau SMP. Disini ia kemudian banyak membaca buku-buku asing terbitan eropa dan juga karya-karya sastra dari luar. Tamat dari MULO pada tahun 1926, ia kemudian pindah ke Bandung dan bersekolah di AMS (Algemeene Middelbare School) yang merupakan sekolah termahal dan terbaik di Bandung.
Sempat Berhenti Kuliah
Bersama dengan Mohammad Hatta, Sutan Syahrir selalu menyerukan untuk melakukan pergerakan menuju kemerdekaan Indonesia. Mereka menuangkan tulisan mereka melalui majalah Daulat Rakjat yang dimiliki oleh Pendidikan Nasional Indonesia.
Namun karena melihat menurunnya semangat pergerakan di Indonesia akibat pengawasan pemerintah kolonial Belanda yang ketat, membuat Sutan Syahrir pada 1931 memilih berhenti kuliah dan kemudian kembali ke Indonesia untuk melanjutkan pergerakan nasional menuju kemerdekaan Indonesia.