Merujuk pada Oxford Dictionary, pengertian slut shaming merupakan kontrol sosial yan menstigma perempuan karena berperilaku sensual. Sementara victim blaming adalah tindakan menyalahkan korban atas peristiwa yang terjadi disebabkan oleh perlakuannya sendiri.
Tentu saja hal ini sangat berdampak pada sisi psikologisnya dan keluarga. Korban biasanya mengalami penyiksaan emosional seperti direndahkan martabat dan harga dirinya, diganggu, bahkan dikucilkan oleh lingkungan sekitarnya.
Perlindungan Hukum Menyebabkan Korban Turut Dikriminalisasi
Merujuk Jurnal Kertha Desa, Vol. 9, revenge porn pada hukum di Indonesia tidak diatur secara khusus. Namun, unsur-unsur perbuatannya sudah jelas merupakan tindak pidana sehingga perbuatan ini termasuk dalam delik kesusilaan yang diatur pada KUHP, yakni Pasal 281, Pasal 282, serta Pasal 533.
Selain, tindak revenge porn dapat dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 29 UU Pornografi, serta Pasal 27 ayat (1) dan 45 ayat (1) UU ITE yang mengatur mengenai tindak pidana pornografi di internet atau media sosial.
Tindak revenge porn yang tidak diatur secara khusus ini malah membuat korban turut dikriminalisasi karena norma-norma yang kabur dan tidak sepenuhnya tepat untuk diaplikasikan ke pelaku. Selain itu, hal ini merugikan korbaan karena tindak pidana bukan hanya sekadar penyebaran video pornografi semata, tapi juga berdampak pada kondisi mental korbannya.