Suara.com - Sosok bakal calon presiden Prabowo Subianto yang dikenal sebagai pribadi yang tegas dan bijaksana tak lepas dari peran sang ayah, mendiang Soemitro Djojohadikusumo yang juga berlatar belakang sebagai seorang politikus.
Kekaguman terhadap seorang Soemitro juga pernah diungkap oleh Presiden Indonesia ketiga, mendiang BJ Habibie. Dalam wawancaranya beberapa tahun lalu, Habibie pernah menjelaskan latar belakang keluarga Prabowo.
"Prabowo itu besar dari keluarga intelektual. Kakeknya adalah banker, ayahnya (Soemitro) juga intelektual karena pakar di dunia ekonomi," sebut Habibie dalam wawancara yang dikutip oleh Tiktok @/barisannasionalis.
"Banyak sekali orang yang mengidolakan sosok Pak Soemitro. Salah satunya adalah Habibie, saya," imbuh Habibie.
Baca Juga: Biodata Denny Indrayana yang Tuding Putusan MK Soal Batas Usia Capres Tak Sah
Peran besar Soemitro Djojohadikoesoemo dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia membuat sosoknya dikenang sebagai salah satu pejuang tangguh hingga akhir hayatnya. Lalu, siapa sebenarnya sosok Soemitro Djojohadikoesoemo? Simak inilah profilnya selengkapnya.
Profil dan Rekam Jejak Soemitro Djojohadikoesoemo
Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo merupakan salah satu sosok ekonom yang paling berpengaruh dalam sejarah Indonesia. Soemitro yang merupakan anak keturunan ningrat Jawa ini pernah menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Ekonomi Belanda Rotterdam dan berhasil lulus pada tahun 1937.
Setelah perang dunia kedua, Soemitro pun memutuskan untuk kembali ke Indonesia dan berperan sebagai delegasi Indonesia dalam organisasi PBB di Amerika Serikat.
Soemitro juga berperan aktif dalam menggalang dana demi mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Ia menjadi salah satu tokoh dalam Konferensi Meja Bundar sebelum akhirnya bergabung dengan Partai Sosialis Indonesia.
Soemitro akhirnya didaulat untuk menjadi Menteri Perdagangan dan Industri dalam Kabinet Natsir pada tahun 1950. Hampir dua tahun menjabat sebagai Menteri Perdagangan, Soemitro diberikan tugas baru untuk menjadi Menteri Keuangan dalam Kabinet Wilopo dan Kabinet Burhanuddin Harahap.
Selama menjabat sebagai Menteri Keuangan, berbagai investor asing mulai berinvestasi di Indonesia dan melakukan kerja sama dengan pihak pemerintah dalam memutar roda perekonomian Indonesia. Selain berperan sebagai orang pemerintahan dan politikus, Soemitro juga diberikan amanah untuk menjadi Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Soemitro lalu bergabung ke Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatra. Namun sayangnya, PRRI pun ditumpas sehingga menyebabkan Soemitro tidak pulang ke Tanah Air hingga tahun 1967 demi mengamankan situasi pemberontakan di Indonesia.
Pada 1967 saat Soeharto menjadi presiden, Soemitro diundang untuk kembali ke Indonesia. Ia diangkat menjadi Menteri Perdagangan dan Industri dalam Kabinet Pembangunan I pada tahun 1968.
Berbagai kebijakan perdagangan di Indonesia termasuk peraturan ekspor impor yang diperketat. Ia pun mendorong ekspor besar-besaran agar mendapatkan bea masuk agar uangnya dapat dikelola oleh pemerintah.
Berbagai kebijakan dagang yang diberlakukan oleh Soemitro dianggap sebagian orang terlalu muluk-muluk. Isu ini pun diperkuat dengan pengangkatan Soemitro sebagai Menteri Riset dalam Kabinet Pembangunan II pada tahu 1973. Saat itu, banyak orang yang beranggapan adanya perbedaan prinsip dagang antara Soeharto dan Soemitro.
Setelah menyelesaikan tugasnya sebagai menteri, Soemitro pun masih aktif sebagai ekonom dan pemerhati ekonomi di Indonesia.
Kekhawatirannya soal pemerintahan Soeharto mulai diungkapkannya lewat kritik kritik kerasnya hingga saat krisis moneter melanda di Indonesia. Soemitro pun menjadi salah satu tokoh yang vokal dan berani menyuarakan berbagai kesalahan perhitungan selama pemerintahan Soeharto.
Kontributor : Dea Nabila