Suara.com - Belakangan ini media sedang diramaikan dengan pencalonan Presiden dan Wakil Presiden untuk pemilu 2024. Tentu saja polemik-polemik yang ada di dalamnya ramai menjadi sorotan.
Diksi-diksi baru pun mulai bertebaran yang menyebabkan munculnya ragam asumsi. Mulai dari dinasti politik hingga politik pecah kongsi.
Pecah kongsi politik sudah diduga dan beberapa kali diberitakan. Diksi ini mencuat usai kabarnya Jokowi dan Megawati dituding dalam kondisi yang tidak baik-baik saja.
Isu Indikasi Pecah Kongsi Jokowi dan Megawati
Baca Juga: Serahkan Surat Izin dari Presiden ke KPU, Mahfud MD Belum Dapat Pesan Khusus dari Jokowi
Indikasi pecah kongsi antara Presiden Joko Widodo dengan Ketum PDIP Megawati Soekarno semakin menguat. Lantaran Jokowi tidak mengunggah satu pun foto agenda konsolidasi akbar PDIP.
Selain itu, ada beberapa hal yang menguatkan kalau keduanya pecah kongsi seperti berikut ini.
1. Endorse Prabowo Sebagai Calon Presiden
Merujuk dari pengamat politik Universitas Nasioanl, Andi Yusran, fenomena pecah kongsi antara Jokowi dan Megawati diindikasi karena perilaku orang nomor satu di Indonesia dalam mendukung Prabowo sebagai calon presiden.
Menurutnya dari perspektif realis, Jokowi memiliki kepentingan politik kekuasan pasca dirinya lengser. Maka dari sini, munculah fenomena dinasti politik yang perlu ia bangun dari trah Gibran, Bobby, hingga Kaesang.
Di sisi lain, dalam perspektif ekonomi politik. Jokowi memiliki kepentingan yang membutuhkan kepastian dan keberlangsungan bisnisnya. Maka dari itu, ia membutuhkan capres yang akomodatif. Dalam hal ini paling mudah dinegosiasikan dengan Prabowo karena Ganar pastinya memiliki 'kontrak politik' dengan PDIP.
2. Putusan Mahkamah Konstitusi soal Batas Usia Minimal Capres dan Cawapres
Isu pecah kongsi antara PDIP dan Jokowi makin mencuat usai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan batas usia minimal capres dan cawapres tetap 40 tahun kecuali bagi orang yang pernah atau sedang menjabat sebagai pejabat yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pilkada.
Putusan tersebut dinilai memberikan jalan bagi putra suling Jokowi, Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi cawapres.
3. Gibran dan Jokowi Tidak Hadir pada Pengumuman Capres dan Cawapress PDI
PDI Perjuangan resmi mengumumkan Mahfud MD sebaga bakal calon wakil presiden (cawapres) pendamping Ganjar Pranowo. Namun di acara besar tersebut, tak tampak dua kader unggulan partai berlogo banteng itu yakni Joko Widodo dan Gibran Rakabuming Raka.
Presiden Joko Widodo dan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka tak tampak sama sekali di dalam acara deklarasi yang digelar di kantor DPP PDIP , Rabu (18/10/2023).
Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno juga tak menyinggung absennya dua kader tersebut. Megawati bahkan hanya menyinggung dan menyebut nama Jokowi sekali saja.
Usut punya usut, Presiden Joko Widodo tak hadir di acara pengumuman cawapres PDIP tersebut karena tengah berada di luar negeri. Bersama ibu Iriana, Jokowi sedang melawat ke Beijing, China untuk tugas negara.
Sementara itu sang putra sulung Gibran Rakabuming Raka juga turut absen di acara besar partai yang mengusungnya jadi Wali Kota Solo tersebut.
Gibran sebelumnya mengaku ada jadwal pertemuan dengan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto hari ini. Namun pertemuan itu batal sehingga membuat Gibran gagal berangkat ke Jakarta.
"Tidak jadi berangkat," kata Gibran dikutip SuaraJawaTengah.id.
Beredar kabar bahwa Gibran tidak diundang di acara deklarasi Mahfud MD sebagai cawapres dari PDIP tersebut.
Puan Maharani Bantah Pecah Kongsi Hingga Pertanyakan Keberpihakan Jokowi
Ketua DPP PDIP Puan Maharani membantah adanya pecah kongsi antara partainya dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
"Enggak ada pecah kongsi sama sekali. Semuanya baik-baik saja. Kami saling menghormati dan menghargai," kata Puan di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Rabu (18/10/2023).
Puan menjelaskan, Jokowi sudah mengatakan bahwa urusan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) merupakan kewenangan partai politik untuk menentukan.
"Urusan capres dan cawapres itu adalah urusan partai politik, jadi ini merupakan hal daripada partai politik, yaitu PDI perjuangan bersama partai yang bersama dengan PDI Perjuangan, ada Partai Perindo, Hanura dan PPP," tutur Puan.
Puan Maharani mengaku kalau hingga kini masih belum mengetahui keberpihakan Jokowi terhadap para capres yang sudah diumumkan. Ia malah meminta kepada media untuk menanyakan hal ini langsung kepada Presiden Jokowi.
Fenomena Pecah Kongsi
Ungkapan paling umum pada fenomena ini adalah 'tidak ada kawan atau lawan abadi dalam politik' meski ini seolah terdengar hanya sebagai pelipur lara. Namun, ungkapan tampak ada benarnya pada situasi bulan-bulan menjelang pemilu.
Fenomena pecah kongsi bagaimanapun juga berusaha untuk menunjukkan diri sebagai yang lebih baik. Kesimpulannya, tentang adanya pecah kongsi, mungkin saja, hal ini hanya buah dari giringan pengamat politik atau pandangan semata khalayak. Untuk memastikannya pun tidak bisa kecuali ajang pertandingan yang sebenarnya sudah dimulai.