Emang Boleh Sedinasti Ini?

Rabu, 18 Oktober 2023 | 17:13 WIB
Emang Boleh Sedinasti Ini?
Presiden Jokowi dalam Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI Tahun 2022 di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa (16/8/2022). [Lukas - Biro Pers Sekretariat Presiden]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Belakangan ini dinasti politik tengah ramai menjadi perbincangan publik. Hal ini bermula dari tudingan kepada Presiden Jokowi yang disebut sedang membangun dinasti politik bahkan melanggengkannya.

Sebelum membahas hal itu lebih mendalam, alangkah baiknya mengetahui terlebih dahulu soal perbedaan antara politik dinasti dan dinasti politik. Tentu saja keduanya adalah dua hal yang berbeda dan jangan sampai kecele.

Melansir dari laman resmi Mahkamah Konstitusi, politik dinasti adalah kekuasaan politik yang dijalankan sekelompok orang yang terikat hubungan darah. Politik dinasi biasanya diterapkan dalam sebuah kerajaan. Sistem ini biasanya hanya sebagai proses regenerasi kekuasaan yang hanya mementingkan keluarganya untuk terus mempertahankan kekuasaan.

Semantara itu, merujuk pada tulisan Hilda Zuhdi dalam jurnal berjudul Pengertian Dinasti Politik menjelaskan, kalau dinasti politik merupakan kekuasaan yang didapat secara primitif, karena hanya mengandalkan darah keturunan beberapa orang.

Baca Juga: Siapa Sosok Harmoko yang Disebut Yunarto Wijaya? Generasi Zaman Orde Baru Pasti Paham

Kekinian keluarga Presiden Jokowi sedang menjadi sorotan karena dituding melanggengkan dinasti politik. Seperti yang diketahui, saat Jokowi menjabat sebagai presiden keluarganya yang sederhana itu sangat jauh dari hiruk pikuk politik.

Dinasti Politik Jokowi. (Suara.com/Ema Rohimah)
Dinasti Politik Jokowi. (Suara.com/Ema Rohimah)
  • Timeline Perubahan Sikap Keluarga Jokowi

1. 'Jokowi Adalah Kita' Jadi Branding Sosok Pemimpin Sederhana

Jokowi sangat lekat dengan branding sosok pemimpin sederahan. Bagaimana tidak, ia kerap berpenampilan sederhana dan bersikap praktis.

Citranya sebagai sosok yang sederhana bisa dilihat dari penampilannya, ia identik dengan kemeja kotak-kotak yang dibeli dari Pasar Tanah Abang. Baju tersebut ia kenakan ketika mendaftar sebagai cagub ke KPU DKI. Ia juga dengan bangga memakai sepatu kulit produk dari Cibaduyut yang memberi kesan 'cinta produk lokal'.

Selain itu, Jokowi adalah sosok pemimpin yang hobi blusukan. Hal itu lah membuatnya memiliki branding pemimpin yang sangat dekat dengan rakyatnya.

Baca Juga: Perburuk Demokrasi Lewat Dinasti Politik, Beragam Tokoh Teken Maklumat Keprihatinan

Pada pemilu 2014, tim kampanye Jokowi merumuskan slogan 'Jokowi adalah Kita'. Tagline itu pun dipakai pada Pilplres 2019.

Konon, menurut Kiki Taher sebagia pencetus tagline tersebut adalah terinspirasi dari kesederhanaan sosok Jokowi. Mengingat Jokowi adalah pemimpin yang berasal dari keturunan orang biasa, alih-alih orang elit.

Jadi, tagline 'Jokowi Adalah Kita' agar masyarakat bisa mengenalnya sebagai sosok yang tak jauh berbeda dengan rakyat biasa.

2. Anak Mantu Terjun ke Politik

Jokowi mengenalkan sempat mengenalkan ketiga anaknya ketika sudah resmi dilantik menjadi presiden pada tahun 2014. Kala itu, putra sulungnya yakni Gibran Rakabuming Raka berkarir sebagai pengusaha di bidang kuliner yang dirintis sejak 2010.

Saat sesi perkenalan itu, ia mendadak menjadi sorotan karena sikapnya yang cuek dan tegas. Bahkan, kala itu ia tak segan marah-marah gegara dituding tak mendukung ayahnya karena tak pernah muncul.

Sikapnya itu pun seolah memperlihatkan kalau tidak terlalu antusias ayahnya menjadi presiden. Saat beberapa kali melakukan wawancara Gibran juga dikenal dengan kata 'Biasa saja' karena responnya saat ditanya soal perasaannya menjadi anak dari orang nomor satu di Indonesia.

Bahkan hal itu pernah disampaikan oleh Presiden Jokowi langsung. Blio, belum melihat sinyal ketertarikan dari Gibran dan Kaesang. Malah, ia menyatakan kalau menantunya alias Bobby Nasution yang cenderung tertarik ke dunia politik dan ingin terjun.

Hingga pada bulan Maret 2018, ia secara terang-terangan mengatakan kalau tak tertarik ke politik. Menurutnya, menjadi politikus bisa banyak uang jika melakukan korupsi.

"Kalau jadi pebisnis saya tertarik, tapi kalau politikus tidak. Jadi politikus banyak uangnya kalau korupsi," ungkap Gibran, 11 Maret 2018.

Namun, Gibran mendadak berubah pikiran dan mengatakan mulai tertarik. Namun, ketertarikannya tidak dalam waktu dekat melainkan 20 tahun lagi. Hal itu pun ia sampaikan dalam acara Mata Najwa.

"Kalau (ditanya) tertarik atau enggak (dengan politik) jujur saja, saya tertarik. Tapi tidak sekarang, karena itu tadi bisa menyentuh orang banyak. Enggak mungkin lebih (jangka waktu terjun ke politik). Mungkin 20 tahun lagi, mungkin," ungkap Gibran.

Ternyata perkataannya meleset, Gibran akhirnya menjabat sebagai Wali Kota Solo pada tahun 2021. Begitu juga dengan Bobby Nasution yang menjabat sebagai Wali Kota Medan di tahun yang sama.

Hal ini juga terjadi pada Kaesang Pangarep, ia sebelumnya mengaku tak pantas meski memiliki ketertarikan. Bahkan, ia sempat berseloroh soal gaji pejabat yang kalah dari penghasilannya sebagai pengusaha.

Namun, baru-baru ini ia sudah terjun ke politik. Bahkan, tak tanggung-tanggung Kaesang menjabat sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

  • Gibran Bakal Jadi Cawapres?

Polemik dinasti politik ini kembali menguat usai beredar Gibran akan menjadi bacawapress Prabowo. Namun, karena usianya yang tidak memenuhi kriteria cawapres hal ini kembali menjadi penghalang.

Maka dari itu, Gibran hanya bisa menjadi cawapres jika gugatan batas usia cawapres dikabulkan MK, dari yang tadinya 40 tahun menjadi 35 tahun. Namun, jika gugatan itu dikabulkan MK.

Tudingan Jokowi membangun dinasti politik semakin menguat. Terlebih Ketua MK yang membacakan hasil putusan gugatan adalah saudara ipar Presiden Jokowi, yakni Anwar Usman.

Anwar Usman adalah suami dari adik kandung Jokowi, Idayati. Pernikahan digelar di Solo pada Mei 2022 silam.

Karena kemudian memiliki hubungan kekeluargaan dengan presiden, Anwar Usman didesak banyak pihak untuk segera mundur dari jabatannya sekarang.

  • Lingkaran Dinasti Politik Jokowi

Berbagai kritikan Jokowi membangun dinasti politik pun datang dari sejumlah tokoh politik. Salah satu kritikan dilontarkan oleh mantan Menteri Sekretaris BUMN, Said Didu.

Melalui akun X (dulu Twitter) @/msaid_didu, ia tampak menuliskan lingkaran legalisasi dinasti keluarga Jokowi. Meski tidak menyebut nama, tetapi Said Didu dengan jelas menyinggung aksi PSI hingga adik ipar Jokowi.

Bak lingkaran setan, Said Didu menjabarkan jejak dinasti politik sang presiden. Seperti aksi Kaesang menjadi Ketum PSI, sidang putusan gugatan di MK yang dipimpin ipar Jokowi hingga kabar Gibran menjadi cawapres Prabowo.

"Lingkaran legalisasi dinasti. PSI gugat umur capres cawapres ke MK. Anak bungsu ambil alih PSI. MK dipimpin oleh adik ipar sidangkan gugatan," tulis Said Didu seperti dikutip Suara.com, Sabtu (14/10/2023).

"Dukung capres yang bersedia jadikan putra sulung jadi cawapres. Gerakkan relawan dan parpol penyembah dinasti dukung pasangan dinasti," pungkasnya.

  • Sentil Politik Dinasti, Warga Gelar Topo Bisu

Puluhan warga melakukan aksi 'silent treatment' atau topo bisu di depan rumah dinas Wali Kota Solo. Mereka membawa spanduk dengan berbagai tulisan, salah satunya, "Kami muak dengan politik dinasti".

  • Gibran Dituding Langgengkan Politik Dinasti Jokowi, Projo: Bullshit!

Ketua Bapilpres DPP Relawan Pro Jokowi (Projo), Panel Barus, tak setuju jika majunya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) di Pilpres 2024 dituding untuk langgengkan dinasti politik Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

Sebab menurutnya, rakyat lah yang bakal menjadi penentu langkah Gibran selanjutnya.

"Kalau ada yang menarasikan mendorong Gibran adalah dinasti politik, dalam sistem politik liberal seperti ini bullshit bicara soal dinasti politik, kenapa?" kata Panel dalam konferensi persnya di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (12/10/2023).

"Karena pada akhirnya dia jadi pemimpin atau tidak itu adalah (keputusan) rakyat sendiri," sambungnya.

Menurutnya, selama tak ada aturan yang dilanggar maka rakyat berhak untuk memilih figur untuk calon pemimpinnya.

"Kalau dia ada di hati rakyat, dia dipilih dan sepanjang semua prosedur aturan main dipenuhi maka tidak ada yang dilanggar," tuturnya.

  • Dampak Negatif Dinasti Politik

Melansir dari laman resmi MK, dampak negatif dari adanya dinasti politik akan sulit mewujudkan cita-cita demokrasi. Lantaran, tidak teerciptanya pemerintahan yang baik dan bersih (clean and good governance).

Fungsi kontrol kekuasaan melemah dan tidak berjalan efektif. Sehingga adanya dinasti politik ini, merujuk dari Zulkieflimansyah, sistem ini memiliki kemungkinan terjadinya penyimpangan kekuasaan seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme yang begitu tinggi.

Jadi, emang boleh se-dinasti ini?

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI