Suara.com - Maraknya judgemental zaman sekarang membuat budaya generasi bangsa semakin miris. Hal itu tentu dari akibat negatif perkembangan teknologi.
Perkembangan teknologi selain memberikan begitu banyak menawarkan kemudahan, juga tak ayal menjadi boomerang. Apalagi media sosial yang membuat semua orang bisa dengan mudah mengekspresikan sesuatu.
Belakangan ini muncul video seorang pelajar yang dengan lihai mempertontonkan bakat tari tradisional. Pelajar tersebut adalah seorang anak laki-laki yang sedang menarikan tari jaipong.
Namun, kelihaiannya dalam menarikan tarian tradisional malah menuai cibiran. Seolah pelajar yang menari dengan lihai itu tak menunjukkan pribadinya sesuai gender. Salah satu komentarnya seperti di bawah ini.
Baca Juga: Menyusuri Keberagaman Tarian di Sulawesi Selatan, Dari Gandrang Bulo Hingga Pajoge Makkunrai
"Paur harus segera diarahin. Sepak bola atau apa aja yang bagusnya buat anak cowok," komentar seorang warganet.
Bagaimana Budaya Bisa Lestari Kalau Masyarakatnnya Judgemental?
Komentar di atas merupakan salah satu contoh dari sikap judgmental. Tentu saja sikap ini sangat bahaya bagi bangsa. Maka dari itu, jangan sampai sikap judgemental dijadikan budaya hingga hobi. Karena selain merugikan orang lain, sikap tersebut juga akan merugikan diri sendiri.
Di sisi lain, ada juga warganet yang pro dengan pelajar yang lihai menarikan tarian tradisional. Ia juga memprotes komentar warganet yang judgemental dengan pria yang menarikan tari jaipong dengan lihai.
"Kenapa anak muda Indonesia tidak ada yang melestarikan budaya, sementara beberapa orang judgmental dengan anak yang menarikan tari tradisional," tulis komentar seorang warganet yang pro.
Baca Juga: BKSAP DPR RI Konsisten Perjuangkan Kesetaraan Gender di Parlemen
Lagipula sejak kapan tari hanya untuk gender perempuan saja. Hal ini mengingatkan dengan sosok budayawan terkenal alias Sudjiwo Tedjo yang mengatakan kalau bangsa sendiri saja hanya mengagumi kebudayaan alih-alih merawatnya. Maka tak heran jika beberapa kebudayaan Indonesia kerap diklaim oleh pihak asing.
"Kita sering marah kalau Reog atau Wayang diakui oleh Malaysia. Kalau aku nggak (marah). Biarkan diakui mereka, orang kita nggak ngerawat kok," ucap Sujidwo Tedjo dalam sebuah wawancara di Youtube.
Gender dalam Seni Tari
Seni tari tradisional sering dianggap kuno oleh segelintir orang. Namun, ada juga yang beranggapan kalau seni tari ini hanya bisa dilakukan oleh perempuan saja.
Tentu saja anggapan itu sangat tidak benar. Sebab dalam seni tari tidak ada keterlibatan gender di dalamnya. Menurut Prof. Dr. R.M. Soedarsono, tari adalah ekspresi jiwa manusia melalui gerak-gerak ritmis yang indah.
Seni tari ini sebenarnya adalah wadah bagi manusia dalam mengekspresikan yang dirasakan. Sehingga tidak ada batasan gender dalam menari, karena sejatinya manusia memiliki hak kebebasan dan berekspresi.
Di sisi lain, ada juga beberapa orang yang berpendapat kalau tarian dengan gerak luwes hanya dilakukan perempuan. Sementara gerak yang tegas dan gagah adalah milik dari laki-laki.
Tentu saja hal itu adalah anggapan yang salah. Selagi gerakan itu tidak menyalahi pakem atau aturan yang ada, maka tidak ada masalah laki-laki menari layaknya perempuan.
Indonesia juga memiliki sosok penari lintas gender yang sangat terkenal. Seperti Didik Hadiprayitno, blio lebih dikenal dengan nama Didi Nini Thowok. Selain menarikan gerakan tarian dengan gaya kemayu, blio juga dikenal dengan riasan wajahnya bak perempuan.
Penari lintas gender kerap kali dipandang sebelah mata oleh masyarakat umum. Namun, isu gender dan seni kebudayaan tidak bisa disatukan karena keduanya adalah hal yang berbeda sehingga tidak bisa digabungkan jadi satu.