Suara.com - Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) prof. Saldi Isra ikut jadi sorotan publik lantaran pernyataannya saat sidang Putusan MK tentang syarat Capres dan Cawapres untuk Pemilu 2024.
Saldi diketahui menjadi satu dari dua hakim yang berbeda pendapat alias dissenting opinion terkait perkara 90-91/PUU-XXI/2023. Dia mengaku bingung dengan sikap MK yang bisa berubah dalam waktu singkat.
"Saya bingung dan benar-benar bingung harus dari mana memulai pendapat berbeda ini, sebab sejak menapakkan kaki sebagai Hakim Konstitusi di gedung mahkamah ini pada tanggal 11 April 2017 atau sekitar 6,5 tahun yang lalu, baru kali ini saya mengalami peristiwa aneh yang luar biasa dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar. Mahkamah berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sekelebat,” kata Saldi saat Sidang Pembacaan Putusan MK di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (16/10/2023).
Saldi mengungkapkan kalau MK memang pernah mengubah keputusannya, tetapi tidak pernah secepat saat menentukan gugatan syarat Capres dan Cawapres.
Baca Juga: Keistimewaan Usia 40 Tahun Dalam Islam, Memang Waktu yang Tepat Untuk Jadi Pemimpin?
Hal lain yang menjadi sorotan juga lantaran Saldi mengungkap detail pelaksanaan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk menentukan keputusan MK. Menurutnya, perkara 29-51-55/PUU-XXI/2023 tentang batas minimal usia capres-cawapres diputuskan lewat sidang pleno dan RPH yang dihadiri oleh 8 hakim MK kecuali Anwar Usman yang juga berstatus ipar Presiden Joko Widodo juga paman Gibran Rakabuming.
Seperti apa sebenarnya sosok Hakim Saldi Isra? Berikut ulasan profil singkatnya.
Biodata
Nama: Saldi Isra
Tempat, tanggal lahir: Solok, Sumatera Barat, 20 Agustus 1968
Baca Juga: Alissa Wahid Sentil Jokowi Soal Putusan MK: Saya Harap Presiden Cegah Gibran untuk Dicalonkan
Jabatan: Hakim Konstitusi (Wakil Ketua)
Istri: Leslie Annisaa Taufik
Anak: Wardah A. Ikhsaniah Saldi, Aisyah ‘Afiah Izzaty Saldi, Muhammad Haifan Saldi
Pendidikan:
S1 Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas (1995)
S2 Institute of Postgraduate Studies and Reserch University of Malaya Kuala Lumpur-Malaysia (2001)
S3 Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (2009)
Ditakdirkan Masuk Sekolah Hukum
Selama masa sekolah, Saldi Isra termasuk murid yang pintar. Dia mengambil jurusan fisika pada masa SMA. Sehingga mulanya ingin melanjutkan pendidikannya dalam pelajaran IPA dengan kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB) atau masuk AKABRI.
Sayangnya, Saldi tidak lolos PMDK ke ITB maupun seleksi Sipenmaru pada 1988 untuk jurusan Geologi ITB. Setahun berikutnya, dia mengikuti UMPTN di ITB tahun 1989 namun kembali gagal. Dua kali gagal, akhirnya Saldi memutuskan merantau ke Jambi untuk mencari kerja. Usai merasa uang yang dimilikinya cukup untuk melanjutkan kuliah, ia kembali mencoba peruntungannya.
Pada 1990, ia kembali mendaftar UMPTN, namun jika sebelumnya ia memilih jurusan IPA, maka ia beralih menjadi IPC dengan pilihan jurusan yang beragam. Yakni, Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Sriwijaya, Jurusan Teknik Sipil Universitas Andalas, dan Jurusan Ilmu Hukum Universitas Andalas.
Saldi merasa kalau pilihan jurusan hukum hanya sekadar tambahan untuk mengisi jurusan IPS. Rupanya, pilihan itu lah yang berhasil dia tembus. Saldi dinyatakan lolos UMPTN pada jurusan yang dia sendiri tidak duga sebelumnya, yakni Ilmu Hukum.
Hampir Gagal Kuliah Hukum
Sepulangnya ke kampung halaman, berita lolosnya Saldi sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas tidak langsung disambut baik oleh orang tuanya. Keluarga menginginkannya tetap bekerja untuk menyokong perekonomian. Akan tetapi, ia berhasil meyakinkan keluarganya bahwa kuliahnya nanti tidak akan memberatkan perekonomian keluarga.
Saldi pun tetap bekerja dengan mengajar di Madrasah Aliyah dekat dengan kampung halamannya.
Dikutip dari situs MK, Saldi merasa kalau menjadi mahasiswa Fakultas Hukum benar-benar pengalaman baru baginya. Jika sebelumnya, ia lebih familiar dengan rumus-rumus matematika dan fisika, kala itu ia harus banyak membaca dan menulis. Ia tetap tekun menjalani masa perkuliahannya sebagai mahasiswa fakultas hukum hingga lulus dengan nilai Indeks Prestasi Semester 3,86.
Saat itu, Saldi menjadi lulusan terbaik di Fakultas Hukum Universitas Andalas. Dia pun langsung dipinang untuk menjadi dosen di Universitas Bung Hatta hingga Oktober 1995 sebelum akhirnya berpindah ke Universitas Andalas, Padang.
Bercita-Cita Jadi Hakim Konstitusi
Menjadi hakim di Mahkamah Konstitusi rupanya telah jadi cita-cita bagi Saldi. Mulanya, dia membuat target untuk mendapatkan posisi itu setelah usia 55 tahun. Tapi rupanya, impiannya lebih cepat terwujud. Saldi mampu menjadi Hakim Konstitusi sejak usianya masih 48 tahun pada 2017.
Rupanya ada peran Mantan Ketua MK Mahfud MD, kini Menteri Hukum dan HAM, yang mendorong Saldi mau mendaftar jadi hakim MK pada saat itu.
"Pak Mahfud pernah mengatakan ‘Mas, kalau Anda tetap tidak mau daftar, Anda sebetulnya tidak mau membuka jalan untuk generasi baru di MK. Nah, itu beberapa pertimbangan saya," ungkap Saldi, menirukan ucapan Mahfud MD.
Pada akhirnya, dia terpilih menjadi hakim konstitusi hingga saat ini memegang jabatan Wakil Ketua MK. Saldi berharap, keberadaannya di MK dapat memberikan sumbangsih bersama dengan hakim konstitusi lainnya untuk mengembalikan muruah MK.