Suara.com - Jagat media sosial belakangan ini kembali dibuat geger atas viralnya video seorang Mahasiswi asal UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Awalnya, Cintria dengan salah satu teman wanitanya yang mengenakan kerudung cokelat tampak berada di dalam lift, keduanya hendak turun ke lantai bawah. Namun, pintu lift terus dimainkan oleh segerombol mahasiswa laki-laki yang ada di luar lift.
Selain berkali-kali memainkan tombol agar lift terus terbuka, para mahasiswa tersebut tampak menggoda dan menertawakan Cintria serta temannya. Salah seorang mahasiswa bahkan terlihat hendak memasukkan tong sampah berwarna kuning ke dalam lift.
Saat insiden tersebut berlangsung, teman dari Cintria tampak geram dan mencoba menghentikan aksi para mahasiswa yang menggoda dan menertawakannya.
Kabar terkini, para pelaku yakni segerombolan mahasiswa sudah dipanggil pihak kampus.
Namun yang muncul di media sosial malah Cintria, mahasiswi yang diduga di-bully. Ia mengunggah video permintaan maaf atas viralnya kejadian tersebut.
Dalam videonya, Cintria menjelaskan bahwa ia telah bertemu dengan para pelaku dan pihak kampus pun sudah memberikan sanksi kepada mereka. Lima mahasiswa yang diduga melakukan bullying kepada Cintria ini diberi surat peringatan dan nasihat.
Di sisi lain, mencuatnya video permintaan maaf itu malah menuai pro kontra dari publik. Salah satunya komentar seperti di bawah ini.
"Korban disuruh minta maaf, pelaku dapat nasihat, netizen nggak puas," komentar seorang warganet dalam unggahan Instagram @awreceh.id.
Baca Juga: Permintaan Maaf Pelaku Bullying Mahasiswi UIN Jambi Dikritik: Kayak Nggak Mengakui
Tindakan Cintria Menyebarkan Video Impulsif
Munculnya video klarifikasi dari Cintria ini mungkin akan membuat publik merasa tak puas. Kenapa? Karena pada konteks masalah ini ia adalah korban dari pembullyan.
Sikap Cintria secara sadar kalau tingkah para segerombol ini perlu ditindak tegas memang benar. Karena video yang ia rekam akan menjadi sebuah bukti.
Namun, tindakannya yang impulsif malah membuat ia termakan senjatanya sendiri. Cintria harus membuat video klarifikasi yang seharusnya tidak perlu ia buat.
Sikap Cintria bisa disebut sebagai tipikal Gen Z yang berpikir pendek. Seperti pada hasil penelitian Amos, et al (2014) bahwa generasi Z yang disebut juga sebagai iGeneration atau generasi internet, cenderung memiliki sifat impulsif daripada generasi lainnya. Impulsif diartikan sebagai reaksi spontan dalam menanggapi suatu pemicu (trigger). Dalam mengambil sebuah keputusan, generasi ini kerap mudah terpicu dan dianggap sembrono.
Cintria pun tidak memikirkan dampak panjang dari video yang ia unggah lalu viral. Salah satu dampaknya adalah wibawa kampus tempat ia mengenyam pendidikan.
Namun, melalui klarifikasi dari pihak kampus UIN Jambi. Sang Wakil Rektor memaklumi apa yang dilakukan Cintria, mungkin saja karena ia adalah mahasiswa baru tidak tahu prosedur untuk melapor ke pihak univeristas terlebih dahulu.
"Si pembuat video itu juga tak menyangka kalau viral sampai jutaan yang melihat. Apalagi apa yang sebenarnya terjadi dengan di video itu berbeda kan. Dan tentu saya rasa kita harus menjaga wibawa kampus kan. Si mahasiswa yang melakukan itu juga sudah minta maaf juga ke pihak kampus, minta maaf ke korban yang dibullynya juga sudah. Artinya sudah selesai," Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi, Dr. Bahrul Ulum, dikutip Sabtu (14/10/2023).
"Mahasiswi itu kan baru ya, dia juga dari pesantren jadi saya rasa tentunya risih ada hal-hal yang dianggap cara yang tentunya bercanda secara berlebihan oleh pria, dan kami sudah memberitahu tentu di kampus ada prosedur. Karena mereka juga baru ya, jadi kami sampaikan jika ada kejadian hal-hal seperti ini laporkan. Di situ ada Prodi atau pimpinan fakultas nanti fakultas yang memberi tahu ke rektorat. Atau kalau mereka sesama fakultas itu pihak fakultas bisa memberikan teguran sendiri atau sangsi ke mahasiswa atau mahasiswi yang bersalah," lanjutnya.
Jadi kesimpulannya, jika mendapat hal tak menyenangkan dan mengganggu kenyamanan di kampus. Alangkah lebih baiknya melapor ke pihak akademik terlebih dahulu.
Jika merasa kurang puas atau belum mendapat keadilan dari apa yang dilaporkan. Baru deh, mengunggah hal tersebut ke media sosial. Karena jargon keadilan paling manjur adalah No Viral No Justice.