Suara.com - Kasus dugaan korupsi pengadaan Menara Base Transceiver Station (BTS) 4G di Kementerian Komunikasi dan Informatika memasuki babak baru.
Pada Jumat (13/10/2023), Kejaksaan Agung menetapkan tersangka baru dalam kasus itu, yakni Naek Parulian Washington Hutahaean (NPWH) alias Edward Hutahaean.
Dalam keterangannya di Kejagung, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung Kuntadi mengatakan, Edward diduga menerima suap dan gratifikasi dalam kasus tersebut.
"Setelah melakukan pemeriksaan saksi yang bersangkutan kami tingkatkan statusnya sebagai tersangka yaitu saudara NPWH alias EH," kata Kuntadi.
Baca Juga: SYL Diketahui Pakai Duit Haram Buat Cicil Toyota Alphard, Berapa Sih Perbulannya?
Menurutnya, setelah ditetapkan sebagai tersangka, Edward langsung ditahan di Rumah Tahanan Salemba Cabang kejabung untuk 20 hari ke depan.
Lantas seperti apakah sosok Naek Parulian Washington Hutahaean (NPWH), berikut ulasannya.
Profil Edward Hutahaean
Edward merupakan kelahiran Jakarta, 31 Mei 1973. Ia disebut memegang sejumlah jabatan di beberapa perusahaan, diantaranya sebagai Direktur PT Diesel Perkasa Indonesia.
Ia juga menjadi Komisaris Utama PT Laman Tekno Digital dan juga Komisaris Utama di PT Relsaka Prima Nusantara.
Baca Juga: SYL Pakai Duit Haram Buat Cicil Toyota Alphard, Ini Deretan Mobil Miliknya
Selain itu, salah satu anak perusahaan PT Pupuk Indonesia (Persero) yakni PT Pupuk Indonesia Niaga, yang sebelumnya bernama PT Mega Eltra juga pernah mengangkat Edward sebagai Komisaris Independen pada 25 Mei 2022.
Namun, menurut Sekretaris Perusahaan Indonesia Niaga Shinta, kini Edward sudah taklagi menjabat sebagai Komisaris Independen. Tak jelas mengapa ia dicopot dari jabatan itu.
Edward juga merupakan Deputi Chief de Mission Kontingen Indonesia di ajang Paralimpiade Tokyo 2020 lalu.
Nama Edward disebut dalam persidangan
Dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan Menara BTS 4G kominfo di Pengadilan Tipikor, Rabu (27/9/2023) nama Edward pernah muncul.
Namanya disebut oleh salah satu terdakwa, yakni mantan Direktur Utama (Dirut) Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti), Anang Achmad Latif.
Pada kesempatan itu, Anang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi mahkota dalam kasus dugaan korupsi yang merugikan negara sebesar Rp8,32 triliun itu.
Dalam keterangannya, Anang mengaku mengenal Edward Hutahaean dan pernah bertemu dengannya di lapangan golf di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Menurut Anang, ketika itu Edward mengatakan kalau dirinya mengetahui kalau proyek Menara BTS yang tengah diselidiki Kejagung bermasalah.
"Beliau menanyakan proses lidik dari BTS ini. Saya bilang, saya coba jalankan saja, saya belum tahu kasus ini seperti apa. Beliau (Edward Hutahaean) menyampaikan bahwa ini bisa jadi masalah besar kalau bahasanya enggak diurus sejak awal," ungkap Anang.
Ia lantas mengajukan diri untuk membantu menangani proyek pengadaan Menara BTS itu dan meminta uang sebesar 8 juta USD atau Rp124 miliar untuk mengamankan proyek tersebut.
Bahkan menurut Anang, Edward minta agar uang tersebut disiapkan dalam waktu yang cukup singkat, yakni tiga hari.
Mendengar permintaan itu, Anang mengaku kaget. Ia lantas menolaknya dengan alasan tidak memiliki uang sebesar itu.
“Saya kaget saya bilang 'Pak, kalau uang sebesar itu mending dipenjara saja' karena saya tidak punya uang sebesar itu," ujarnya.
Kontributor : Damayanti Kahyangan