Suara.com - Baru menikah sebulan, artis dan selebgram Hana Hanifah resmi menggugat cerai suaminya, Randy ke Pengadilan Agama Bogor, Jawa Barat, pada Kamis (12/10/2023).
Selain alasan Randy berselingkuh dengan mantan kekasihnya, ada fakta lain yang dibeberkan Hana Hanifah. Pasalnya, awal mula percekcokan itu terjadi justru saat keduanya menjalani ibadah umroh bersama.
Pasalnya saat itu Hana Hanifah mengungkapkan keinginannya untuk merawat sang ibu yang tengah sakit sepulangnya mereka umroh. Namun hal ini tidak disetujui oleh Randy.
"Nah, berawal dari umrah itu, saat umrah bersama-sama ada mamanya, ada Hana, di situ mamanya ini sakit. Saat mamanya ini sakit suaminya ini tidak suka untuk Hana merawat mamanya," tutur Acong Latif, Kuasa Hukum Hana pada media baru-baru ini.
Baca Juga: Baru Sebulan Nikah Sudah Cerai, Hana Hanifah Ungkap Penyesalan Terbesar saat Terima Pinangan Randy
Sepulangnya dari umroh, sang suami meninggalkan Hana dan keluarganya begitu saja di bandara dan pulang duluan. Dari situlah wanita yang pernah terkait kasus prostitusi online ini merasa sakit hati.
"Sepulangnya umrah di bandara dia pergi, pulangnya tidak bareng, meninggalkan Hana dan keluarganya. Itu kan sangat tidak baik menunjukkan bahwa dia tidak suka bersama-sama, menunjukkan adab yang jelek terhadap orang tua dan selaku kepala keluarga," tukasnya.
Setelah percekcokan tersebut, Randy justru meminta Hana mengembalikan mahar, hingga seserahan yang sudah ia berikan saat menikah.
"Sepulang umrah suami Hana tadi bukannya memperbaiki malah meminta kembali mahar pernikahan atau mas kawin beserta seserahan. Ini sangat fatal menurut kami," beber Acong Latif.
Dalam Islam sendiri perintah untuk memberikan mahar kepada perempuan yang dinikahi adalah perintah yang wajib untuk dilaksanakan yang tercantum dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 4 yang artinya sebagai berikut:
Baca Juga: Tak Beri Nafkah selama Nikah, Suami Hana Hanifah Malah Minta Maskawin hingga Seserahan Dikembalikan
"Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya."
Hukum Suami Meminta Mahar Untuk Dikembalikan
Dikutip dalam klinik Hukumonline berjudul “Status Mahar Jika Gagal Nikah, Bisakah Diminta Lagi?” yang ditulis oleh Bernadetha Aurelia Oktavira, menjelaskan bahwa ketentuan Pasal 1 huruf d KHI menerangkan bahwa mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita, baik berbentuk barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
Sifat dari pemberian mahar ini merupakan suatu hal yang wajib bagi calon mempelai pria untuk memberikannya kepada pihak wanita yang mana untuk bentuk, jumlah, dan jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak (Pasal 30 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (KHI)).
Lebih lanjut dikatakan jika yang meminta cerai adalah pihak suami (talak) maka istri tidak berkewajiban untuk mengembalikan mahar tersebut. Sedangkan jika pihak istri yang meminta cerai (khulu’) maka ia wajib mengembalikan pemberian suami tersebut kepadanya. Hal itu berdasarkan hadits dari Ibnu ‘Abbas RA:
“Sesungguhnya istri Tsabit bin Qais datang kepada Rasulullah SAW, ia berkata: “wahai Rasulullah, aku tidak mencelanya (Tsabit) dalam hal akhlaknya maupun agamanya, akan tetapi aku benci kekufuran (karena tidak mampu menunaikan kewajibannya) dalam Islam”
Maka Rasulullah SAW berkata padanya: “Apakah kamu mengembalikan pada suamimu kebunnya? Wanita itu menjawab: iya. Maka Rasulullah SAW berkata kepada Tsabit: “terimalah kebun tersebut dan ceraikanlah ia 1 kali talak” (HR Bukhori, Nasa’y dan Ibnu Majah. Nailul Authar 6/246)
Namun, suami bisa meminta mahar dikembalikan, akan tetapi istri tidak wajib mengembalikannya. Selain itu, pengadilanlah yang menetapkan pengembalian mahar tersebut.
Sebagai contoh, dalam pertimbangannya, Pengadilan Tinggi Agama menyatakan tidak sependapat tentang pengembalian seluruh mahar. Menurut pertimbangan Pengadilan Tinggi Agama Makasssar, pertimbangan hukum Pengadilan Agama yang menghukum penggugat/pembanding (istri) untuk mengembalikan seluruh mahar kepada tergugat/terbanding (suami) adalah tidak tepat karena sesuai maksud Pasal 35 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (KHI), mahar hanya dapat dikembalikan separoh apabila terjadi perceraian sebelum terjadi kumpul (qablad dukhul):
“Suami yang mentalak istrinya qabla al dukhul wajib membayar setengah mahar yang telah ditentukan dalam akad nikah.”
Selain itu, Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 237 berbunyi:
“Dan jika kamu menceraikan mereka sebelum kamu sentuh (campur), pada hal kamu sudah menentukan maharnya, maka (bayarlah) seperdua dari yang telah kamu tentukan.”