Suara.com - Kematian Wayan Mirna Salihin pada 2016 silam masih menyimpan misteri. Hal ini gara-gara film dokumenter Netflix 'Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso' yang membuat publik meragukan Jessica Wongso menaruh racun sianida dalam kopi Mirna. Padahal diketahui Jessica Wongso telah divonis 20 tahun penjara atas tewasnya Mirna.
Kekinian, perdebatan terkait kematian Mirna pun makin panas dibicarakan. Terlebih ada dua versi berbeda soal warna wajah jenazah Mirna yang disebut keracunan sianida. Dua orang yang belakangan berdebat soal itu adalah dokter ahli forensik dr Djaja Surya Atmadja dan Prof Eddy. Simak penjelasan berikut ini.
Dr Djaja
Dr Djaja mengungkapkan bahwa tidak ditemukan racun dalam organ tubuh Wayan Mirna Salihin kecuali di lambung. Sang dokter mengatakan dalam tubuh Mirna, tidak ditemukan racun tetapi di dalam organ lambung terdapat 0,2 mg sianida setelah 3 hari kematian.
"Ketika itu dibuka perutnya, diambil isi lambung, jaringan hati, darah, urine. Racun yang pertama dikirim ke Puslabfor hasilnya sianida negatif. Makanya dari forensik, nggak mungkin sianida," kata dr Djaja dalam podcast dr. Richard Lee.
Baca Juga: Otto Hasibuan Minta Mahkamah Agung Jangan Malu-Malu Buka Lagi Kasus Jessica Wongso
Dalam kesempatan berbeda, dr Djaja juga menjelaskan kronologi ketika dia memeriksa jenazah Mirna usai meninggal diduga karena keracunan kopi sianida. Dia mengatakan tak ditemukan kekerasan fisik dalam kematian Mirna.
"Jadi sebelum formalin, saya lakukan pemeriksaan dari ujung rambut kepala sampai ujung kaki, depan, belakang semua saya periksa tidak ada luka, berarti tak ada kekerasan fisik. Kedua, saya lihat itu orang meninggal ada yang namanya lebam di bagian belakang dia tidur, itu darah ke belakang ngumpul ada biru-biru di belakang, itu normal," jelas dr Djaja.
Menurut dr Djaja sebagai dokter forensik, orang yang meninggal karena keracunan sianida maka mayatnya akan memiliki lebam terang dan warna wajahnya juga akan jadi merah terang. Sedangkan ketika itu jenazah Mirna berwarna lebam biru sehingga dianggap meninggal normal atau wajar, bukan keracunan.
"Kalau orang keracunan sianida, lebam mayatnya merah terang, mukanya juga merah terang, kenapa? Orang keracunan sianida itu seperti tikus jatuh ke lumbung padi, mati kelaparan. Jadi oksigen banyak di dalam darah tapi oksigennya nggak bisa dipakai, kenapa? Sianida yang tidak sempat didetoksifikasi karena masuknya banyak itu menghambat enzim pernapasan," sambung dr Djaja.
"Jadi akibatnya apa? Gara-gara kekurangan oksigen otak bisa mati, bisa kejang-kejang, paru dia sesak napas dan lain-lain itu gejalanya, tapi karena oksigennya banyak maka lebam mayatnya tuh tidak hitam, tidak biru, merah terang," lanjut dia.
Baca Juga: Wirang Birawa Yakin Jessica Wongso Bukan Pelaku Pembunuh Mirna, Curigai Sosok Pemilik Botol?
Sebagai dokter yang memeriksa Mirna, dokter Djaja mengatakan jenazahnya warna biru. Alhasil dr Djaja menyimpulkan kematian Mirna itu diakibatkan karena kekurangan oksigen, bukan keracunan sianida.
"Waktu itu si Mirna mukanya biru, bibirnya biru, tangannya biru, jadi menunjukkan dia kurang oksigen bukan keracunan sianida," tegas dia.
Ketika menekan perut Mirna sebagai prosedur pemeriksaan forensik, dr Djaja juga tidak mencium bau atau aroma pahit khas sianida yang keluar dari tubuhnya. Diketahui dr Djaja Surya Atmadja adalah peneliti sianida. "Sehingga saya yakin itu tidak (bukan) sianida, itu khas, bau sianida itu khas," pungkas dia.
Prof Eddy
Sementara itu Profesor Eddy Hiariej sebagai saksi ahli hukum pidana dalam kasus kopi sianida menjelaskan bahwa dr Djaja tidak melakukan autopsi jasad Mirna. Menurut Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) RI ini, pernyataan dr Djaja tentang sianida di tubuh Mirna tidak dapat dibuktikan.
"Seorang ahli memberi keterangan secara garis besar itu ada dua. Ada ahli ketika akan memberi keterangan, tidak melakukan apa-apa. Tapi ada ahli ketika akan memberi keterangan dia harus melakukan eksperimen, observasi, pemeriksaan," ungkap Prof Eddy di YouTube CURHAT BANG Denny Sumargo.
"Tapi dr Djaja tidak melakukan autopsi. Kalau nilai pembuktian melakukan autopsi lalu dia berbicara itu tidak ada beda dengan orang yang ngomong di pinggir jalan," sambung dia.
Prof Eddy menyebut dr Djaja tidak ikut menjalani autopsi melainkan hanya melakukan embalming alias pembalseman mayat Mirna. Hal senada disampaikan jaksa Shandy Handika yang turut menangani kasus kopi sianida. Dia mengatakan ada saksi lain yang melihat jenazah Mirna warna merah ceri seperti keracunan sianida.
"Saya lihat di bekas perkara, ada saksi namanya dokter Amelia. Itu BAP-nya dibacakan dan dia itu kalau nggak salah sebagai dokter atau staff di rumah sakit, melihat bahwa pada saat melihat mayat Mirna, itu mukanya cherry red," ucap jaksa Shandy Handika.
Jaksa Shandy pun tak menampik adanya perbedaan kesaksian dari saksi yang dimilikinya dengan dr Djaja. Dia menduga hal itu terjadi karena faktor cahaya. "Bisa jadi pencahayaannya berbeda," ujar dia.
Kontributor : Trias Rohmadoni