Suara.com - Johanis Tanak telah dilantik oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia menggantikan Lili Pintauli Siregar untuk masa jabatan 2019-2023. Namun dalam kehidupan karirnya, Johanis cukup mengundang banyak kontroversi. Seperti baru-baru ini, dirinya mengatakan bahwa ia tidak sependapat dengan pernyataan Firli Bahuri yang tidak dilibatkan dalam kasus korupsi Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Menurutnya, Firli masih mempunyai hak untuk mengusut kasus ini di Kementan.
"Apapun alasannya silakan sampaikan, dalam hal ini Pak Firli sebagai pemimpin, tentunya masih punya hak dan kewajiban untuk menjalankan tugasnya sebagai pimpinan KPK," kata Johanis Tanak dalam konferensi pers, Rabu (11/10/2023).
Tanak juga memastikan tidak ada kekhawatiran tentang konflik kepentingan apabila Firli ikut terlibat dalam kasus SYL. Sebab hingga saat ini penanganan kasus tersebut berjalan lancar-lancar saja.
Baca Juga: Respons Mahfud MD Soal Desakan Agar Firli Bahuri Mundur sebagai Ketua KPK
1. Pernah Ditegur Jaksa Agung
Sebelumnya, Johanis Tanak pernah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulawesi Tengah dan Jambi. Namun, selama berkarir menjadi jaksa, dirinya mengaku pernah ditegur Jaksa Agung HM Prasetyo terkait penanganan perkara.
Tanak mengaku dipanggil Prasetyo selaku Jaksa Agung pada saat iti terkait penanganan perkara HB Paliudju, mantan Gubernur Sulawesi Tengah dari Partai Nasdem dan menegurnya untuk memastikan kuatnya alat bukti dalam menersangkakan kader NasDem tersebut.
"Saya katakan, beliau korupsi dan menurut hasil pemeriksaan unsur dan bukti-bukti pengangkatan perkara sudah cukup. Beliau (Jaksa Agung) mengatakan bahwa dia (HB Paliudju) adalah kader NasDem yang saya lantik," Ujar Tanak.
Saat itu, Tanak mencoba menjelaskan kepada Prasetyo bahwa publik sedang menyorotinya karena dianggap kader parpol. Meski begitu, Johanis tetap memastikan bahwa sebagai pelaksana dirinya akan tetap menuruti perintah Prasetyo selaku penuntut umum tertinggi.
2. Temui Tahanan KPK
Wakil Ketua KPK ini pernah dikabarkan menemui tersangka kasus suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA), Dadan Tri Yudianto. Namun kabar tersebut spontan dibantah olehnya. Ia menegaskan bahwa tidak memiliki kepentingan bahkan berinteraksi dengan tahanan. Hal ini disampaikannya menanggapi kabar bahwa ia bertemu dengan Dadan. Pertemuan itu diduga terjadi di ruang kerja Pimpinan KPK.
"Saya tidak kenal sama Dadan. Saya nggak punya kepentingan dengan dia, apalagi berinteraksi," kata Tanak saat itu.
Tanak memastikan, kabar pertemuan itu tidak pernah terjadi karena pada saat itu KPK sedang melakukan rapat dengan TNI untuk membahas penetapan status tersangka Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi dan ada kegiatan lain setelahnya.
3. Menghapus Pesan ke Plh Dirjen Minerba Kementerian ESDM Idris Froyoto Sihite
Dewan Pengawas (Dewas) KPK menyatakan Johanis Tanak mengklaim pesannya dengan Plh Dirjen Minerba Kementerian ESDM M Idris Froyoto Sihite terhapus otomatis. Namun Dewas KPK menemukan hal berbeda pada pernyataan tersebut. Anggota Dewas KPK, Albertina menyebutkan jika pesan tersebut terhapus secara otomatis seharusnya pesan lain juga terhapus. Sebab pengaturan hapus otomatis itu tidak mungkin cuma untuk pesan tertentu saja.
"Padahal dengan mengatur otomatis pesan terhapus seharusnya seluruh percakapan yang ada pasti akan terhapus dan tidak dimungkinkan untuk memilih pesan tertentu saja," ujarnya.
Meskipun demikian, Dewas KPK memutuskan bahwa Tanak tidak bersalah dalam komunikasinya dengan dengan Plh Dirjen Minerba di ESDM M Idris Froyoto Sihite dikarenakan majelis hakim telah menemukan adanya chat diantara keduanya.
Kontributor : Rishna Maulina Pratama