Suara.com - Permasalahan TikTok Shop yang sudah resmi ditutup hingga kini masih ramai menjadi bahan perbincangan. Bahkan, pro kontra-nya masih santer digaungkan baik dari sisi pelaku usaha dan publik yang mengamati.
Bahkan, kontra yang dilontarkan publik pun dinilai terlalu impulsif. Hal itu pun bisa dilihat melalui komentar-komentar publik di unggahan Instagram milik Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan.
Namun, fenomena ini malah mengingatkan kepada istilah 'Devide et Impera'. Istilah tersebut dikenal sebagai strategi Belanda pada masa penjajahan yang digunakan untuk memecah belah. Lebih sederhananya, cara itu disebut sebagai adu domba.
Strategi adu domba ini dalam masa penjajahan pun dijadikan kebiasaan pada hal politik, militer, maupun ekonomi. Hal ini lah yang kini sedang terjadi di Indonesia usai TikTok Shop resmi ditutup.
1. Pecah Belah Pemerintah vs Pelaku Usaha
Pada keputusan ini, tentu yang para pelaku usaha banyak yang dirugikan. Mulai dari UMKM yang namanya sudah besar di platform TikTok, hingga affiliator. Maka tak heran, jika mereka melakukan protes massive ke pemerintah terutama Menteri Perdagangan.
Protes massive yang mereka lakukan pun tak jauh-jauh dari melontarkan komentar di Instagram pemerintah. Bahkan, ada juga yang memprotes dengan membuat video pendek yang dibagikan ke media sosial.
2. Pecah Belah Pedagang Pasar vs Pedagang Online
Para pedagang juga turut saling berseteru satu sama lain. Hal itu bisa dilihat dari protesnya pedagang Tanah Abang yang jualannya menjadi sepi karena adanya platform toko online. Bahkan, kekinian usai TikTok Shop ditutup karena menurut mereka mematikan harga pasar malah menuntut lebih agar semuanya toko online di Indonesia ditutup juga.
Baca Juga: Kehilangan Omzet Miliaran, Mudzalifah Legawa TikTok Shop Ditutup: Saya Bawa Happy
Dari sisi pedagang online pun merasa tak terima, lantaran tak semua pedagang online memiliki tempat untuk berjualan seperti pasar konvensional. Maka dari itu, e-commerce sangat membantu mereka untuk terus bisa berjualan.