Suara.com - Tutupnya TikTok Shop di Indonesia didasarkan oleh sejumlah faktor, salah satunya mengurangi predatory pricing yang merugikan penjual usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Hal ini sempat disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum lama ini. Ia sangat menyayangkan saat tahu adanya ada yang menjual barang impor, yakni baju seharga Rp5.000.
"Baju kemarin ada yang dijual berapa? Rp5.000. Artinya di situ ada predatory pricing. Sudah mulai bakar uang, yang penting menguasai data, menguasai perilaku. Ini semua kita harus mengerti mengenai ini," katanya dalam pengarahan kepada Peserta PPSA XXIV dan Alumni PPRA LXV 2023 Lemhannas, Rabu (4/10/2023).
Untuk itu, Presiden Jokowi menyoroti produk di e-commerce yang 90 persen didominasi produk impor dengan harga sangat murah. Ia mengingatkan jangan sampai Indonesia terlena dengan maraknya barang impor.
Baca Juga: 10 Barang Impor Akan Diatur Lebih Ketat Pemerintah, dari Mainan Sampai Kosmetik
Ia menyebut kondisi itu sebagai penjajahan di era modern yang saat ini tidak disadari.
"Kita enggak sadar tahu-tahu kita sudah dijajah secara ekonomi. Mungkin awal-awal harganya masih Rp5.000. Begitu sudah sudah masuk, beli ini sudah ketagihan baru dinaikkan Rp500 juta, mau apa? Sudah enggak bisa apa-apa kita karena sudah ketergantungan di situ," kata Jokowi.
Kepala Negara itu mengatakan kedaulatan digital Indonesia harus dilindungi. Jika barang yang diperdagangkan secara digital tidak bisa 100 barang lokal, maka paling tidak 90 persen.
"Jaga betul yang namanya aset digital kita. Jaga betul data, informasi, akses pasar semuanya," katanya.
Apa itu predatory pricing?
Baca Juga: Kini Ditutup, Lady Nayoan Ternyata Dapat Omzet Puluhan Juta Rupiah Sekali Jualan Live di TikTok Shop
Jika mengutip Pedoman Pelaksanaan Pasal 20 tentang Jual Rugi dalam laman Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), predatory pricing merupakan strategi penetapan harga oleh pelaku usaha untuk menyingkirkan pesangnya dari pasar, dalam upaya mempertahankan posisinya sebagai monopolis atau dominan.
Praktik yang berjalan antara lain dengan menetapkan harga yang sangat rendah di pasar, sehingga pada akhirnya akan mematikan usaha pesaingnya atau pelaku usaha sejenis yang menjual barang di harga pasar.
Predatory pricing disebut juga sebagai jual rugi. Sekilas, praktik seperti ini dapat menguntungkan konsumen, karena para calon pembeli bisa menikmati barang yang sama dengan harga yang jauh lebih murah. Namun pada akhirnya ketika jumlah pelaku usaha hanya tinggal dirinya seorang, maka pelaku usaha yang menggunakan predatory pricing itu akan kembali menaikkan harganya ke level yang jauh lebih tinggi.
Karena sudah tidak ada pilihan, lantaran barang sudah dimonopoli, akhirnya mau tidak mau konsumen membelinya. Hal itu bertentangan dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.