Isi Nota Pembelaan Jessica Wongso yang Dianggap Hakim Bohong, Sandiwara, dan Tak Nyambung

Farah Nabilla Suara.Com
Kamis, 05 Oktober 2023 | 10:30 WIB
Isi Nota Pembelaan Jessica Wongso yang Dianggap Hakim Bohong, Sandiwara, dan Tak Nyambung
Terdakwa Jessica Kumala Wongso menjalani persidangan yang beragendakan pembacaan vonis oleh majelis hakim di Pengadilan Jakarta Pusat, Kamis (27/10). [Suara.com/Kurniawan Mas'ud] (suara.com/Kurniawan Mas'ud)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

“Semua tuduhan kejam berdasarkan tuduhan yang saya tidak mengerti. Tapi membuat semua orang percaya kalau saya seorang pembunuh. Keluarga saya dipojokkan dan kami dibuat sangat menderita.”

“Yang Mulia, sulit untuk menjelaskan apa yang benar-benar saya rasakan atas kejadian ini. Saya tidak tahu harus berbuat apa. Apa benar ini gara-gara kopi tapi satu hal yang saya tahu dan yakinkan saya tidak menaruh racun dalam kopi yang diminum Mirna.”

“Seringkali saya berpikir apa ada hal yang bisa saya lakukan lebih baik di hari itu untuk mengubah semuanya. Pikiran ini membuat saya sangat sedih dan tertekan. Dalam waktu yang cukup lama saya tidak bisa berupaya untuk membela diri. Walaupun kenyataan hidup saya sangat mengerikan tapi saya yakin kalau Tuhan mendengar doa saya karena ini doa orang benar yang tertindas.”

“Pada hari kematian Mirna mimpi buruk saya dan keluarga saya dimulai. Sejak di rumah duka saya sudah dituduh menaruh sesuatu di kopinya Mirna lalu polisi tanpa seragam dan identitas mulai berdatangan ke rumah. Bahkan keluarga sekitar terganggu.”

“Wartawan mulai datang ke rumah dan akhirnya saya tampil di media dan dicemooh. Setelah itu saya ditangkap di hotel dimana saya dituduh lagi mencoba untuk kabur, padahal waktu itu kami hanya mencari ketenangan dan kenyamanan yang tidak bisa didapatkan di rumah lagi. Untuk keluar membeli makan saja sulit. Mulai hari penangkapan, tekanan dari polisi semakin terlihat. Mereka terus menerus menyuruh saya untuk mengaku dengan rekaman CCTV sebagai senjata.”

“Yang Mulia, tidak perduli seberapa berat, sedih, tertekan dan hancur, apapun dan siapapun tidak akan bisa membuat saya mengakui perbuatan yang tidak saya lakukan dan tidak mungkin akan saya lakukan.”

“Saya ditempatkan di satu sel yang ukurannya tidak lebih 1,5 x 2,5 meter. Saya diperingatkan kalau tahanan lain akan melakukan hal yang tidak baik terhadap saya, tidak ada satu barang pun yang saya miliki dan tidak boleh dikunjungi keluarga sampai lima hari ke depan.”

“Satu satunya benda yang ada di sana adalah sepotong pakaian kotor di lantai. Sewaktu saya berbaring di sana, saya menangis dan bertanya apakah yang sudah saya lakukan sehingga saya diperlakukam seperti ini. Saya mencoba mencari orang lain karena saya sangat takut berada di sana. Saya tidak berani membayangkan bagaimana perasaan orang tua saya. Lalu saya coba mengintip dari satu-satunya celah untuk berkomunikasi, yaitu lubang kecil di pintu besi, tapi tidak ada seorang pun di sana.”

“Pada malam berikutnya direktur pimpinan umum yang menjabat saat itu datang ke sel saya dan mengajak ke satu ruangan. Dengan disaksikan penjaga dari luar ruangan dia mulai berbicara dengan bahasa Inggris bahwa dia merendahkan harga dirinya untuk datang ke tahanan. Lalu dia meminta saya mengakui tuduhan yang diberikan kepada saya dengan dalih kalau sudah memeriksa rekaman CCTV.”

Baca Juga: 4 Kejanggalan Kasus Kopi Sianida Jessica Wongso, Ayah Mirna Balik Dicurigai Netizen

“Pada intinya dia mau mengatakan kalau saya mau mengakui maka saya akan divonis tujuh tahun bukan hukuman mati atau seumur hidup. Lalu saya kembali ke sel. Di sana saya berharap untuk bangun dari mimpi buruk ini dan berpikir kenapa mereka sangat yakin kalau saya menaruh racun di kopi tersebut. Saya benar-benar tidak mengerti apa maksud semua ini.”

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI