Suara.com - Penggunaan Karmin sebagai bahan pewarna makanan tengah ramai diperbincangkan karena menimbulkan kekhawatiran, setelah Lembaga Bahtsul Masail (LBM) NU Jawa Timur mengeluarkan pendapat bahwa makanan dan minuman yang mengandung karmin adalah haram.
Pasalnya, menurut LBMNU Jatim, karmin yang berasal dari Cochineal adalah najis dan menjijikkan. Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH. Marzuki Mustamar saat mengisi ceramah di haul ke-47 KH. Atqon Pondok Pesantren Mambaul Ulumayong pada Minggu (24/9/2023).
Kiai Marzuki Mustamar yang juga pimpinan Pondok Pesantren Sabilirrosyad, Gasek, Malang, Jawa Timur mengatakan bahwa LBMNU Jatim telah memutuskan tentang hukum penggunaan karmin.
Karmin sendiri adalah pewarna yang terbuat dari kutu daun (cochineal) atau serangga bersisik subordo Sternorrhyncha. Serangga ini biasa hidup di kaktus memakan kelembapan dan nutrisi tanaman.
Baca Juga: Baby DC Dihujat Netizen, Denise Chariesta: Semoga Doa Jelek-Jeleknya...
Menurut kiai Marzuki, serangga ini dibudidayakan di negara-negara Eropa. Setelah dipanen dan dikeringkan lalu kutu daun ini digiling untuk selanjutnya dijadikan campuran zat pewarna makanan makanan yang disebut karmin. Biasanya produk yang mengandung Karmin memuat keterangan kode E-120.
Keputusan ini pun diambil setelah pertimbangan berdasarkan aspek keagamaan dan hukum Islam yang didasarkan pada beberapa dalil, salah satunya hadis berikut:
“Dari Abdullah ibnu Umar RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: dihalalkan bagi orang muslim dua bangkai dan dua darah; sedang dua bangkai ialah ikan dan belalang, sedang dua darah ialah hati dan limpa.” (HR. Ahmad)
Memaknai hadis tersebut, penggunaan karmin diharamkan menurut Imam Syafi'i, yang di mana LBMNU adalah penganut Madzhab Syafi'iyah. Keputusan ini mengacu pada pandangan dalam Madzhab Syafi'i yang memandang bahwa bangkai serangga (hasyarat) dianggap najis dan menjijikkan, kecuali belalang.
Oleh karena itu, konsumsi produk yang mengandung pewarna karmin dari serangga dilarang dalam pandangan Madzhab Syafi'i yang dianut oleh NU Jatim.
Baca Juga: Kisah Kiai Abbas Buntet Cirebon Rontokkan Pesawat Tempur dengan Sorban dan Tasbih
Namun, perlu diingat bahwa dalam konteks fikih Islam, terdapat perbedaan pendapat di antara mazhab-mazhab fikih. Sebagian mazhab, seperti Madzhab Maliki, memiliki pandangan yang berbeda tentang konsumsi bangkai serangga, yakni halal untuk mengonsumsinya.