Suara.com - Pewarna karmin kerap mewarnai hidup masyarakat lantaran ditemukan di berbagai olahan makanan dan minuman, seperti yogurt.
Karmin diketahui merupakan pewarna alami untuk memberi warna merah pada olahan kuliner. Meski alami, ternyata ada fatwa tersendiri terkait hukum penggunaan karmin di makanan, khususnya bagi umat Islam.
Lantas, apakah karmin halal atau haram?
Berikut fatwa yang dikeluarkan oleh beberapa ulama.
Baca Juga: Daftar Tanggal Merah Bulan Oktober 2023, Apakah Ada Hari Libur Nasional?
LBMNU: Haram dan najis
Pewarna alami yang berasal dari serangga Cochineal atau Cochinilla (Dactylopius coccus) ditolak mentah-mentah pemakaiannya oleh Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU).
Adapun lembaga yang berada di bawah naungan Nahdlatul Ulama (NU) menyatakan bahwa pewarna karmin haram sekaligus najis.
Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH Marzuki Mustamar mengeluarkan fatwa tersebut pada (24/9/2023).
Senada dengan KH Marzuki, Ketua LBMNU Jawa Timur KH Asyhar Shofwan juga menyampaikan bahwa pewarna tersebut hukumnya haram.
KH Asyhar dalam keterangannya, Rabu (27/9/2023) mengungkap alasan karmin haram lantaran pewarna tersebut diproduksi dari bangkai binatang, yakni serangga.
Adapun Asyhar menegaskan bahwa bangkai hukumnya adalah najis dan haram, kecuali menurut sebagian pendapat dalam Madzhab Maliki.
Sontak, pihak LBMNU mengeluarkan rekomendasi pada 29 Agustus 2023 agar pewarna tersebut tak lagi dipakai di berbagai produk olahan makanan, terutama yogurt.
Berikut beberapa referensi yang diambil oleh pihak LBMNU yang mendasari fatwa tersebut:
- Al -Bayan Wattahsil, Al -Taj Wa al-Iklil Juz 3 halaman 228.
- Al-Muntaqo Syarh Muwatto' Juz 3 halaman 110,
- Al-Fiqh ala Madzahib Al-Arba'ah Juz 1 halaman 1116,
- Al-Muntaqo Syarh Muwatto' Juz 3 halaman 129,
- Al-dakhiroh Juz 4 halaman 125,
- Fathul mu'in Juz 1 halaman 98,
- dan 'Ianah al-Tholibin Juz 1 halaman 108.
Mengenal pewarna karmin: Benar dari bangkai serangga
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, warna karmin diambil dari serangga Cochineal.
Serangga tersebut dikeringkan dan akhirnya ditumbuk sehingga menjadi serbuk halus berwarna merah.
Warna merah tersebut kerap digunakan untuk mempercantik olahan kuliner, terutama minuman berperisa stroberi.
Sejarah penggunaan pewarna ini juga dapat ditarik panjang sejak masa peradaban Aztec di tahun 1500-an.
Bangsa Eropa yang menjelajahi samudera akhirnya bertemu dengan suku Aztec dan mencatat produksi pewarna alami tersebut.
Kini, warna karmin ditemukan di banyak produk seperti permen, es krim, susu, yogurt, hingga makanan ringan anak-anak.
Selain produk pangan, karmin juga ditemukan di produk perawatan tubuh seperti sampo dan lotion, serta makeup seperti eyeshadow.
Kontributor : Armand Ilham