Suara.com - Belum lama ini Panji Petualang menjadi sorotan usai bercerita jarang salat sehingga seperti seorang murtad. Rupanya, Panji Petualang memiliki alasan tersendiri mengapa ia jarang salat hingga merasa seperti seorang murtad.
Dalam keterangannya, Panji Petualang mengaku, dirinya jarang salat karena sering menghabiskan waktu di alam. Hal tersebut membuat pria yang akrab dengan hewan buas itu tidak mendengar azan. Selain itu, menurutnya di hutan juga tidak ada masjid sehingga sulit untuk salat.
"Jarang salat, terlalu sibuk di dunia, sibuk di alam jadi jarang dengar adzan, karena di hutan kan jarang ada masjid," kata Panji Petualang saat ditemui di kawasan Kapten Tendean, Jakarta Selatan baru-baru ini.
Terkait jam salat sendiri pada dasarnya dapat diketahui meski tanpa jam. Buya Yahya menjelaskan, untuk melihat jam salat ini bisa diketahui dari tanda-tanda alam, salah satunya melihat matahari.
Baca Juga: Biodata dan Profil Panji Petualang: Ngaku Murtad Hingga Dadanya Terbakar Tiap Dengar Azan
“Mengetahui waktu salat enggak susah, alami, enggak pakai jam pun bisa. Matahari terbenam, matahari terbit, alami semua, pakai alam bisa,” ucap Buya Yahya dalam video di kanala Youtube Al-Bahjah TV, lima tahun lalu.
Cahaya matahari ini biasanya dilihat dari pergerakannya. Untuk waktu dzuhur, biasanya dilihat dari perpindahan matahari dari Barat ke Timur. Jika matahari sudah tergelincir ke arah Barat, ini bisa menandakan masuk waktu dzuhur.
“Ada alam untuk mengetahui waktu, kalau kena sinar matahari biasanya ada bayangannya. Kalau sudah pindah dari Barat ke Timur, berarti sudah pindah mataharinya di Barat, berarti sudah tergelincir, sudah masuk dzuhur,” jelas Buya Yahya.
Sementara itu, jika bayangan dari sinar matahari mulai memanjang, ini menandakan waktu dzuhur telah usai. Hal ini juga menandakan sudah masuk waktu ashar.
“Kalau panjang bayangannya berakhir waktu dzuhur, karena berikutnya waktu ashar. Kalau bayangannya sudah lebih panjang, maka masuk waktu ashar,” sambungnya.
Untuk maghrib, dilihat jika matahari telah sepenuhnya terbenam. Biasanya, di bagian barat ada pancaran merah dari sinar matahari. Terbenamnya ini juga dilihat di daerah datar. Jika hal ini terlihat, bisa menandakan masuk maghrib.
“Waktu maghrib bermula saat terbenamnya seluruh matahari di dataran yang bebas, bisa dilihat di laut. Kalau terbenam akan ada mega merah di ufuk Barat. Kalau sudah hilang mega merah semuanya, maka berakhir waktu maghrib,” jelas Buya Yahya.
Ketika cahaya merah di Barat telah sepenuhnya hilang, berarti waktu maghrib selesai. Hal ini juga menjadi tanda kalau waktu isya telah masuk. Waktu isya ini panjang hingga fajar tiba. Artinya, waktu isya muncul hingga adanya cahaya matahari muncul di timur. Itu menjadi tanda waktu subuh telah tiba.
“Permulaan waktu isya adalah setelah sirnanya mega merah di ufuk Barat. Akhirnya waktu isya ini terbitnya fajar shadiq yaitu terangnya tidak merata itu hanya sebentar baru muncul terang di seluruh penjuru. Kalau sudah kelihatan fajar shadiq, masuk waktu subuh. Akhirnya sampai matahari kelihatan, itu sudah keluar waktu subuh,” pungkasnya.
Terkait masalah Panji Petualang sendiri, usai dirinya tidak pernah salat itu, ia mengalami sakit di bagian dada ketika mendengar azan. Panji Petualang menuturkan, hal ini menjadi pertanda dan hidayah dari Allah untuk mengingatkannya salat. Setelah dirinya salat, rasa sakit di bagian dadanya itu menjadi hilang.
"Jadi dengar adzan panas di dada itu bukan panas badan, tapi dada saya panas, peringatan untuk salat," ucap Panji Petualang.