Suara.com - Penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) menemukan 1 dari 3 atau 30 persen lelaki berusia 20 hingga 80 tahun mengalami disfungsi ereksi atau impoten. Kira-kira apa saja terapi impotensi ya?
Fakta ini diungkap Ketua Cluster Uronephrology RSCM Kencana, dr. Widi Atmoko, Sp.U(K), FECMS, FICS bahwa mirisnya 35 persen lelaki dengan gangguan seksual, punya lebih dari satu jenis gangguan seksual. Apalagi risiko gangguan seksual meningkat seiring bertambahnya usia.
"Penyebab gangguan seksual sangat beragam yang secara umum dapat terbagi menjadi masalah psikologis, organik berupa adanya kelainan dari sisi anatomi atau fungsi organ, maupun campuran," ujar dr. Widi saat peluncuran kembali Prostate Centre dan Couple’s and Well-being di RSCM Kencana, Jumat (22/9/2023).
Gangguan seksual adalah gangguan pada salah satu atau lebih fase pada siklus respon seksual yang menghambat individu untuk mencapai aktivitas seksual yang memuaskan atau orgasme.
Baca Juga: Dokter Boyke Ungkap Banyak Pikiran Bisa Buat Mr P Susah Bangun, Stres Bikin Impoten?
Sedangkan impotensi atau disfungsi ereksi adalah ketidakmampuan untuk mencapai atau mempertahankan ereksi penis atau Mr.P yang cukup, untuk mendapat aktivitas seksual yang memuaskan.
dr. Widi menambahkan terapi disfungsi tidak melulu langsung diberikan obat. Ini karena dokter akan lebih dulu mencari tahu penyebab dan tingkat keparahan gangguan ereksi yang dialami.
"Modalitas terapi dapat mencakup konseling, terapi psikologis, pemberian obat atau medikamentosa, penggunaan alat tertentu, operasi, dan tentunya terapi terkini yaitu terapi regeneratif," papar dr. Widi.
Berikut ini hal yang perlu diperhatikan sebelum menjalani terapi impotensi:
1. Jangan Anggap Sebagai Tabu
Baca Juga: Sudah Minum Obat Kuat Tapi Mr P Tetap Gagal Ereksi, Fix Impoten?
Agar terapi maksimal, dr. Widi mengingatkan pentingnya dasar pemikiran pasien, bahwa disfungsi ereksi bukanlah hal yang tabu, sehingga tidak masalah memeriksakan diri ke dokter saat tidak bisa ereksi atau hubungan seksual terganggu.
2. Terbuka kepada Dokter
Berbagai pilihan terapi ini akan ditawarkan ke pasien sesuai dengan kondisinya dan akan dipilih secara bersama melalui diskusi antara dokter dengan pasien.
"Padahal keterbukaan sangat penting untuk dokter dapat menentukan diagnosis dengan tepat dan bisa mendapat tatalaksana terbaik," papar dr. Widi.
3. Bisa Jadi Tanda Sakit Jantung
Perlu dipahami juga bahwa seringkali gangguan seksual merupakan manifestasi dari masalah lain. Seperti disfungsi ereksi terjadi akibat masalah pembuluh darah.
"Studi menunjukkan 3 hingga 5 tahun pasca disfungsi ereksi dapat menjadi prediktor terjadinya serangan jantung," tutup dr. Widi.