Suara.com - Irwan Mussry baru-baru ini dikabarkan menjalani pemeriksaan oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). Suami Maia Estianty itu diperiksa karena dugaan keterkaitan dengan mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto ditetapkan sebagai tersangka.
Meski demikian Irwan Mussry, menyangkal menerima uang dari kasus gratifikasi dan pencucian uang mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto.
Pernyataan itu disampaikan Irwan Mussry setelah menjalani pemeriksaan sebagai saksi di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (20/9/2023). Dalam kasus tersebut, Irwan Murssy diperiksa kurang lebih empat jam.
Pertanyannya kemudian, apa sebenarnya yang dimaksud dengan pencucian uang?
Baca Juga: KPK Tetapkan Lukas Enembe Tersangka Kasus Pencucian Uang
Dikutiip dari situs Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Pencucian uang, atau yang sering disebut dengan istilah "money laundering," adalah praktik ilegal yang telah ada sejak awal abad ke-20 di Amerika Serikat. Praktik ini pertama kali muncul ketika para mafia di Amerika Serikat mencari cara untuk menjauhkan uang hasil kejahatan, seperti pemerasan, prostitusi, perjudian, dan perdagangan narkotika, dari perhatian otoritas hukum.
Salah satu strategi yang mereka gunakan adalah dengan membeli perusahaan yang sah dan resmi. Mereka mencampurkan uang ilegal hasil kejahatan dengan uang sah yang diperoleh dari usaha-usaha sah, sehingga sumber uang mereka terlihat legal. Salah satu contoh investasi besar yang mereka lakukan adalah dalam bisnis pencucian pakaian, seperti Laundromats, yang pada masa itu terkenal di Amerika Serikat.
Apa Itu Pencucian Uang?
Secara sederhana, pencucian uang adalah upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang atau dana yang diperoleh dari aktivitas kejahatan atau tindak pidana sehingga terlihat seolah-olah uang tersebut berasal dari sumber yang sah. Di Indonesia, tindakan ini diatur dalam UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Beberapa perbuatan yang dianggap tindak pidana pencucian uang menurut UU No. 8/2010 termasuk:
Menempatkan, Mentransfer, Mengalihkan, Membelanjakan, Membayarkan, Menghibahkan, Menitipkan, Membawa ke Luar Negeri: Ini termasuk aktivitas yang bertujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang diketahui atau diduga merupakan hasil tindak pidana.
Baca Juga: Nur Utami Diduga Umrah Pakai Duit Hasil Pencucian Uang, Apakah Ibadahnya Sah?
Menyembunyikan atau Menyamarkan Asal-usul Harta Kekayaan: Tindakan ini melibatkan usaha untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahui atau diduga merupakan hasil tindak pidana.
Menerima, Menguasai Penempatan, Pentransferan, Pembayaran, Hibah, Sumbangan, Penitipan, Penukaran, atau Menggunakan Harta Kekayaan: Ini merujuk pada menerima atau menggunakan harta kekayaan yang diketahui atau diduga merupakan hasil tindak pidana.
Tahapan Pencucian Uang
Pencucian uang melibatkan tiga tahapan dasar yang menjadi dasar operasionalnya:
1. Placement (Penempatan)
Pada tahap ini, uang hasil kejahatan dimasukkan ke dalam sistem keuangan. Untuk menghindari deteksi, uang sering dibagi-bagi ke dalam satuan yang lebih kecil dan ditempatkan dalam instrumen penyimpanan berbeda seperti cek, deposito, atau diselundupkan ke luar negeri. Uang juga dapat ditransfer secara elektronik atau melalui perantara pihak ketiga.
2. Layering (Penggelapan)
Layering adalah upaya untuk menjauhkan uang hasil kejahatan dari asal-usulnya. Ini bisa melibatkan pembelian aset, investasi, atau penyebaran uang melalui rekening bank di berbagai negara. Tempat-tempat seperti wilayah pajak yang rendah (tax havens) sering digunakan untuk memperlancar pencucian uang. Metode lain melibatkan transfer uang melalui perbankan lepas pantai atau melalui perusahaan boneka.
3. Integration (Integrasi)
Pada tahap integrasi, uang yang telah "dibersihkan" digunakan atau diinvestasikan. Hal ini bisa melibatkan investasi dalam bisnis sah, penjualan atau pembelian aset, pembiayaan korporasi, dan aktivitas lainnya yang membuat uang tersebut terlihat sah.
Peran Penyedia Jasa Keuangan (PJK) dan Masyarakat
PJK, seperti bank dan lembaga keuangan, memiliki peran penting dalam mencegah pencucian uang. Mereka harus menerapkan program anti pencucian uang dengan Customer Due Diligence (CDD) dan Enhanced Due Diligence (EDD), serta melaporkan transaksi mencurigakan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Masyarakat sebagai nasabah PJK juga memiliki tanggung jawab untuk memberikan informasi yang benar dan jelas, serta tidak terlibat dalam aktivitas yang mencurigakan. Masyarakat umum juga perlu waspada terhadap tindakan pencucian uang dan melaporkan aktivitas mencurigakan kepada pihak berwenang.
Dalam menghadapi praktik pencucian uang yang semakin canggih dan terorganisir, peran PJK dan kesadaran masyarakat sangat penting dalam upaya mencegah dan memberantas tindakan ini. Pencucian uang bukan hanya masalah hukum, tetapi juga ancaman terhadap integritas sistem keuangan global. Semua pihak harus bekerja sama untuk mengatasi masalah ini secara efektif.