Suara.com - Bangunan di Gedung A Museum Nasional atau Museum Gajah, Gambir, Jakarta Pusat kebakaran, Sabtu, (16/9/2023). Kebakaran di Museum Gajah itu diduga akibat korsleting listrik.
Pernyataan tersebut disampaikan Kepala Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Sudin Gulkarmat) Jakarta Pusat Asri Rizal.
"Dugaan penyebab korsleting," katanya pada Minggu (17/9/2023) dini hari.
Kejadian kebakaran di Museum Gajah membuat banyak orang kembali ingin mencari tahu tentang sejarah dan juga profil dari Museum Nasional itu.
Baca Juga: Setelah Dua Jam Api Melalap Empat Ruangan, Kebakaran di Museum Nasional Berhasil Dipadamkan
Sejarah dan Profil Museum Gajah: Jejak Warisan Budaya Indonesia
Museum Gajah, yang juga dikenal sebagai Museum Nasional, adalah sebuah tempat yang memikat dan penuh sejarah yang mengakar dalam perjalanan panjang Indonesia. Dikutip dari situs resminya, eksistensi Museum Nasional dimulai pada tanggal 24 April 1778, ketika Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen didirikan oleh Pemerintah Belanda.
Pada saat itu, di seluruh Eropa, terjadi revolusi intelektual yang disebut "the Age of Enlightenment" atau Zaman Pencerahan. Ini adalah masa ketika ilmu pengetahuan dan pemikiran ilmiah berkembang pesat. Di Belanda, pada tahun 1752, berdiri De Hollandsche Maatschappij der Wetenschappen (Perkumpulan Ilmiah Belanda), yang menginspirasi pendirian organisasi serupa di Batavia, Indonesia.
Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BG) adalah lembaga independen yang didirikan dengan tujuan memajukan penelitian dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan seni, termasuk biologi, fisika, arkeologi, kesusastraan, etnologi, dan sejarah.
Lembaga ini juga dikenal dengan semboyan "Ten Nutte van het Algemeen" atau "Untuk Kepentingan Masyarakat Umum." Salah satu pendiri BG, JCM Radermacher, bahkan menyumbangkan rumahnya beserta koleksi seni dan buku berharga, yang kemudian menjadi pondasi dari apa yang sekarang kita kenal sebagai Museum Gajah.
Baca Juga: Museum Nasional Dilalap Si Jago Merah
Peran Sir Thomas Stamford Raffles
Selama pemerintahan Inggris di Jawa (1811-1816), Letnan Gubernur Sir Thomas Stamford Raffles menjadi Direktur BG. Karena rumah di Jalan Kalibesar sudah penuh dengan koleksi, Raffles memerintahkan pembangunan gedung baru yang digunakan sebagai museum dan ruang pertemuan untuk Literary Society, yang pada waktu itu dikenal sebagai gedung "Societeit de Harmonie." Gedung ini terletak di Jalan Majapahit nomor 3, di lokasi yang sekarang ditempati oleh kompleks gedung sekretariat Negara, dekat Istana Kepresidenan.
Museum Gajah: Nama yang Melekat
Koleksi BG terus berkembang hingga museum di Jalan Majapahit tidak lagi mampu menampung semuanya. Pada tahun 1862, pemerintah Hindia-Belanda memutuskan untuk membangun gedung museum baru di lokasi yang sekarang, yaitu Jalan Medan Merdeka Barat No. 12. Gedung museum baru ini dibuka untuk umum pada tahun 1868. Masyarakat Indonesia, khususnya penduduk Jakarta, dengan akrab menyebutnya "Gedung Gajah" atau "Museum Gajah" karena di halaman depan museum terdapat sebuah patung gajah perunggu hadiah dari Raja Chulalongkorn (Rama V) dari Thailand yang berkunjung ke museum pada tahun 1871. Museum ini juga sering disebut "Gedung Arca" karena dalamnya tersimpan berbagai jenis dan bentuk arca dari berbagai periode.
Pergantian Nama dan Pengelolaan
Pada tahun 1923, BG mendapat gelar "koninklijk" (kerajaan) atas jasanya dalam bidang ilmiah dan proyek pemerintah sehingga lengkapnya menjadi Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Namun, pada tanggal 26 Januari 1950, nama BG diubah menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia, mencerminkan perubahan zaman. Semboyan baru mereka adalah "memajukan ilmu-ilmu kebudayaan yang berfaedah untuk meningkatkan pengetahuan tentang kepulauan Indonesia dan negeri-negeri sekitarnya."
Mengingat pentingnya museum ini bagi bangsa Indonesia, pada tanggal 17 September 1962, Lembaga Kebudayaan Indonesia menyerahkan pengelolaan museum kepada pemerintah Indonesia, yang kemudian menjadi Museum Pusat. Akhirnya, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, No.092/0/1979 tertanggal 28 Mei 1979, Museum Pusat ditingkatkan statusnya menjadi Museum Nasional.
Museum Nasional Hari Ini
Saat ini, Museum Nasional berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Museum ini memiliki visi untuk menjadi pusat informasi budaya dan pariwisata yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan peradaban, kebanggaan terhadap budaya nasional, serta memperkokoh persatuan dan persahabatan antar bangsa. Dengan koleksi yang luar biasa dan sejarah panjang yang mempesona, Museum Gajah tetap menjadi tujuan wisata budaya utama di Indonesia, menggambarkan warisan budaya yang kaya dan beragam yang membanggakan bangsa ini.