Usaha Dodi pun tak selalu berjalan lancar. Ada masanya ia menghadapi para mitra yang kurang baik, berhutang, sulit membayar bahkan kabur ntah ke mana. Hingga ia tak memiliki uang tunai dan hutang ratusan juta di supplier.
"Jadi setiap hari tahu terus diproduksi tapi kita punya hutang ke supplier dan lain-lain sampai mikir gimana ni hutang kita ratusan juta. Order ada. Uangnya ga ada," pungkasnya.
Ketika booming tahu bulat 2015-2016, pabriknya juga mendapatkan banyak permintaan, tapi ia memaksakan. Sayangnya karena hal tersebut, kualitas jadi menurun karena pengawasannya kurang.
Untuk mengatasi sederet permasalahan itu, Dodi pun membentuk tim dan kembali pelajar menjalankan bisnisnya. Ia juga melakukan seleksi secara ketat mitra dan agen yang biasa mengambil produk dari pabriknya.
"Maka solusinya harus diseleksi lagi nih secara ketat. Karena kita butuh mereka, harus sebaik-baiknya komunikasi. Dipilihkan yang kira-kira layak, yang masih nermitra hutangnya gede ditegur, ditagih, mulai ga dikasih barang. Ada yang sadar, ada yang malah kabur," ucapnya sambil tertawa.
Setelah memperbaiki sistem produksi hingga seleksi ketat, uang cash ke pabriknya mulai kembali berputar. Dodi menjualnya dengan harga mulai dari Rp170, dengan penghasilan pertahun mencapai Rp4 miliar!