Suara.com - Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah sudah mengumumkan jenis kelamin anak kedua mereka akan berjenis kelamin perempuan. Namun siapa sangka, saat menjalani upacara tradisi Jawa dan tujuh bulanan kehamilan Aurel atau mitoni, prediksi jenis kelamin anak mereka ternyata berbeda.
Melalui acara pecah kendi diprediksi kalau si jabang bayi akan berjenis kelamin lelaki. Padahal hasil USG telah dinyatakan kalau anak kedua pasangan itu akan perempuan.
"Prediksi menurut nenek moyang kita adalah laki-laki kalau ujung kendinya utuh. Itu kan zaman dulu karena belum ada alat-alat canggih," ucap pemandu acara tersebut.
Sementara itu, Atta dan Aurel hanya bisa tersenyum bahagia mendengar prediksi anaknya laki-laki meski kemungkinannya kecil karena hasil USG dokter yang kebanyakan akurat menyebut anak mereka perempuan.
Mitoni sendiri merupakan tradisi perayaan usia kehamilan ke-7 bulan dalam tradisi Jawa. Dikutip dari situs Pemkot Surakarta, mitoni berasal dari kata pitu yang berarti tujuh. Biasanya, masyarakat Jawa melakukan tradisi tersebut khususnya pada anak pertama.
Diadakannya mitoni dengan tujuan agar calon ibu dan calon bayi mendapatkan keselamatan sejak dalam kandungan hingga tumbuh dewasa. Kemudian, adanya mitoni dapat menjadi sarana silaturahmi bagi masyarakat sekitar.
Kegiatan pecah kendi termasuk salah satu rangkaian dalam tradisi tersebut. Dalam mitoni memang terdapat beberapa macam jenang yang dijadikan pelengkap, yakni jenang abang, jenang putih, jenang kuning, jenang ireng, jenang waras, dan jenang sengkolo.
Selain itu, mitoni juga menggunakan sajian tumpeng, lauk pauk pelengkap, buah-buahan, kembang setaman, serta berbagai jenis dedaunan.
Namun, mitoni di beberapa daerah memiliki rangkaian acara yang berbeda-beda. Umumnya mitoni diawali dengan upacara siraman. Tujuannya untuk membersihkan kotoran yang melekat pada tubuh ibu hamil serta dapat membersihkan hati dan jiwa.
Siraman dalam istilah Jawa bertujuan untuk ngruwat sukerta atau membuang kesialan. Air yang diambil berasal dari 7 sumur berbeda. Sebenarnya, hal ini dilakukan sebagai edukasi kepada masyarakat agar lebih mencintai dan merawat bumi dengan baik, diantaranya menjaga sumber mata air.
Kemudian, ganti busana atau pakaian sebanyak 7 kali. Setiap berganti pakaian, tetua akan menanyakan kepada tamu undangan “wis pantes durung?” yang artinya “sudah pantas belum?". Kemudian, tamu undangan akan menjawab “durung” atau “belum” sampai pada kain yang terakhir atau ketujuh.
Selanjutnya, prosesi brojolan, yakni melepaskan dua buah kelapa muda gading. Kelapa tersebut diberi gambar tokoh wayang Kamajaya dan Kamaratih. Keduanya melambangkan jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Perumpamaan dalam buah kelapa gading juga menjadi simbol bahwa orang tua sudah siap menerima apapun jenis kelamin buah hati mereka. Selain itu, acara ini memiliki makna supaya nantinya bayi dapat terlahir dengan lancar dan selamat.
Sebagai penutup acara, diadakan dodol atau jualan rujak. Aneka macam buah-buahan, seperti nanas, mangga muda, belimbing, bengkuang, kedondong, jambu, dicampur dengan bumbu bercita rasa asam, manis, pedas. Dodol rujak dilakukan oleh calon ibu dengan membawa wadah untuk menampung hasil jualan. Uang yang digunakan berupa kreweng atau potongan tanah liat.