Menurut Ujang, dalam setahun ia berkesempatan mendapatkan 2 kali panen. Ini karena ia hanya bisa menggarap lahan seluas 1,5 hektare setiap 7 bulan sekali, dengan total 20.000 batang pohon cabai.
Dalam satu batang pohon, Ujang memperkirakan harus mengeluarkan modal Rp 3 ribu, yang sudah termasuk obat, pupuk, tenaga kerja dan sebagainya. Sehingga jika total punya 20.000 batang pohon, maka harga modal yang dikeluarkan Rp100 juta per 7 bulan.
Namun harga cabai ini harus mengikuti harga pasaran, sehingga jika harga jual cabai Rp 20 ribu per kilogram, sehingga dengan total ia memiliki 20.000 batang pohon, maka ia bisa menghasilkan 20 ton. Sehingga jika jumlah 20 ton jika dihitung per kilogram Rp 20 ribu, maka ia mendapat omset berkisar Rp 400 juta.
Lalu penghasilan kotor Rp 400 juta ini, masih harus dikurangi modal Rp 100 juta untuk modal. Sehingga laba bersih Ujang mendapat untung Rp 300 juta. Sedangkan karena panen cabai per 7 bulan sekali, maka penghasilan Ujang bisa mencapai Rp 42 juta per bulan.
Menariknya, seluruh modal awal Ujang ini cukup dengan mengumpulkan uang selama 2 bulan dirinya bekerja di sektor keuangan ini.
Menyambung Hidup Belum Panen
Uniknya, Ujang tidak bisa mengandalkan penghasilan dari panen cabai per 7 bulan saja, apalagi tetap ada risiko gagal panen atau harga cabai di pasaran yang sangat rendah. Inilah sebabnya Ujang menanam jenis sayuran lain.
"Saya tanam sayuran jenis lain, karena waktu penanaman sampai panen cabai lumayan lama, jadi saya menyibukkan diri menanam sayuran jenis lain, supaya kebutuhan sehari-hari bisa tercukupi," kata Ujang.
Adapun bertani jenis sayuran lain sebagai penghasilan sampingan yang dilakukan, yakni sayur tomat dan timun. Menurut Ujang, timun bisa dipanen satu bulan sekali, sedangkan tomat bisa dipanen 2 bulan ke atas.
Baca Juga: Dulu Jadi PRT, Begini Kisah Sukses Wanita Ciamis Bisnis Hijab Hingga Dapat Ratusan Juta Perbulan
"Jadi dari segi perputaran tetap lancar, alhamdulillah," ucapnya.