Suara.com - Syahnaz Sadiqah dan Jeje Govinda pamer kemesraan lagi pasca isu perselingkuhan yang sempat menerpa rumah tangga mereka. Baru-baru ini Syahnaz dan Jeje melakukan sesi pemotretan foto keluarga.
Mereka mengajak serta dua anak kembarnya yaitu Zayn dan Zunaira. Mereka kompak mengenakan pakaian dengan nuansa warna coklat muda. Syahnaz sendiri menggunakan dress sleeveless. Ia menata rambutnya dengan separuh diikat dan sisanya digerai begitu saja.
Baik Syahnaz maupun Jeje sama-sama menunjukkan hasil foto keluarga mereka di Instagram. Ada satu dari beberapa foto yang mereka pamerkan mencuri perhatian warganet.
Tak lain adalah foto di slide terakhir saat Syahnaz memeluk Jeje dari belakang. Dalam foto ini kedua tangan Syahnaz ditempelkan ke dada Jeje.
Baca Juga: Syahnaz dan Jeje Asyik Ngonten Berdua Terus, Warganet: Pura-pura Harmonis!
Namun, warganet justru salah fokus alias salfok pada bagian ketiak ibu dua anak tersebut. Pasalnya, ketiak Syahnaz seperti lebat oleh rambut yang belum dicukur.
Setelah diamati ternyata rambut di ketiak Syahnaz itu sebemarnya berasal dari uraian rambut kepalanya. Hal itu hampir membuat warganet terkecoh tetapi heran juga letak ujung rambut kepala Syahnaz bisa tepat sejajar ketiak.
Pada kolom komentar, tak sedikit netizen yang terkejut dan mengira kalau Syahnaz memang memiliki bulu ketiak. Beberapa bahkan sampai mengecek foto adik Raffi Ahmad itu untuk memastikan. Nyatanya, helaian tersebut memang rambut kepala Syahnaz yang kebetulan teruai tepat seketiak.
Perempuan yang memiliki bulu ketiak lebat memang kerap masih dianggap tabu oleh sejumlah orang. Tak sedikit yang masih punya stigma kalau kecantikan perempuan berarti memiliki tubuh bebas bulu, termasuk pada area ketiak.
Stigma itu rupanya telah dibebankan kepada perempuan sejak awal abad 20. Sebelumnya, baik perempuan maupun Victoria Sherrow dalam 'Encyclopedia of Hair: A Cultural History' menuliskan tubuh bebas bulu dilihat sebagai cara menjaga kebersihan tubuh. Orang Romawi kuno bahkan menganggap seseorang semakin murni dan superior saat kulit halus dan bersih.
Di Timur Tengah, juga Asia Selatan dan Timur terbiasa melakukan threading untuk membersihkan bulu di area wajah. Wilayah-wilayah lain di Asia juga ada kebiasaan terhadap perempuan umum yang melakukan waxing atau pencabutan bulu dan trimming (memotong) bulu pubis. Tetapi, kebiasaan itu dinilai tidak umum di negara-negara Barat.
Kemudian di Abad Pertengahan, perempuan Katolik yang baik diharapkan membiarkan rambut tumbuh untuk menyimbolkan feminitas, walaupun tetap mesti disembunyikan di depan umum.
Di abad 14, perempuan akan mencabut rambut dari dahinya untuk mendorong garis rambut ke belakang dan wajah terlihat lebih lonjong.
Saat gagasan ini dipopulerkan, pada abad 19 ahli medis dan ilmiah menghubungkannya bulu tubuh dengan penyakit, kegilaan, dan kekerasan bernuansa kriminal. Namun konotasi ini sebagian besar disematkan pada tubuh perempuan, bukan laki-laki.
Profesor etik global di University of Birmingham Heather Widdows, menjelaskan hal itu membuat perempuan berpikir mereka harus bebas bulu untuk dianggap layak diperhatikan.
Awal abad 20 juga seiring dengan perkembangan industri mode, termasuk model busana tanpa lengan, membuat perempuan merasa perlu menghilangkan bulu di tubuhnya.