Siswi di Lamongan Dibotaki Guru Gegara Pakai Jilbab Tanpa Ciput, KemenPPPA: Tidak Layak

Jum'at, 01 September 2023 | 14:55 WIB
Siswi di Lamongan Dibotaki Guru Gegara Pakai Jilbab Tanpa Ciput, KemenPPPA: Tidak Layak
Ilustrasi potong rambut (Pixabay)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyayangkan terjadinya kasus seorang guru di Lamongan, Jawa Timur, yang membotaki kepala sejumlah siswi SMP karena pakai jilbab tanpa ciput

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar mengatakan, apapun alasannya termasuk penegakkan tata tertib, seorang tenaga pendidik tetap harus memperhatikan hak anak dan kepetingan terbaik anak dalam melakukan langkah-langkah pemberian hukuman.

Nahar mendorong pihak satuan pendidikan untuk tetap mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak ketika menangani murid yang tidak melaksanakan atau melanggar peraturan sekolah atau dianggap kurang memenuhi norma-norma dilingkungan sekolah, tentunya sudah ada mekanisme bagaimana tenaga pendidik melakukan langkah-langkah disiplin positif dan bukan hukuman.

“Oleh karena itu, sangat penting untuk memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak dan menghargai pandangan anak," kata Nahar lewat siaran pers tertulisnya, Jumat (1/9/2023). 

Baca Juga: Resah Sering Kehilangan Uang, Warga Lamongan Pasang Spanduk Larangan Punya Tuyul

Menurutnya, sanksi yang lebih memperhatikan hak anak dan penggunaan disiplin positif dianggap lebih baik daripada pemberian hukuman. 

"Besar harapan agar tidak terjadi lagi langkah-langkah pemberian hukuman yang menyebabkan anak mengalami tekanan sehingga memiliki hambatan secara fisik dan psikis,” lanjutnya.

Nahar juga mengingatkan kepada satuan pendidikan untuk terus melakukan pencegahan terjadinya kekerasan fisik atau psikis yang terjadi di sekolah sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2023 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Di Lingkungan Satuan Pendidikan. 

Nahar menyebutkan bahwa tindakan yang dilakukan Oknum Guru tersebut dapat diberikan sanksi administrasi, dan jika memenuhi unsur memperlakukan anak secara diskriminatif yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril, dan melakukan kekerasan fisik dan psikis terhadap anak.

Ia melanjutkan, pemberian sanksi terhadap siswa yang tidak layak, apalagi sanksi yang diberikan secara semena-mena, menjadi sangat bertolak belakang dengan prinsip-prinsip pendidikan yang dapat digunakan dalam menumbuhkan kedisiplinan pada diri anak tanpa kekerasan.

Baca Juga: Teror Pelemparan Batu Terjadi Lagi di Mojokerto, Waspada!

Ada pun empat hal yang harus diperhatikan dalam hak dasar anak yang wajib dipenuhi, yaitu hak kelangsungan hidup, hak perlindungan, hak tumbuh kembang, dan hak berpartisipasi.

“Kami sangat menyesalkan tindakan pemberian hukuman yang dilakukan oknum guru terhadap sejumlah siswi dengan melakukan pembotakan. Padahal, hukuman fisik menimbulkan dampak negatif bagi anak, seperti terhambatnya perkembangan anak, rasa tidak aman, rendahnya kreativitas bahkan kematian. Oleh karenanya, menjadi sangat penting bagi tenaga pendidik untuk memahami displin positif,” ujar Nahar.

Penyebab terjadinya pembotakan terhadap siswi SMP itu diduga lantaran sejumlah siswi berjilbab tidak mengenakan dalaman kerudung atau ciput. Berdasarkan informasi, kejadian tersebut berlangsung pada Rabu  23 Agustus lalu ketika siswa kelas IX hendak beranjak pulang. 

Oknum guru yang melakukan pembotakan akhirnya mendapat teguran dan berinisiatif mendatangi rumah para siswi untuk meminta maaf. Proses mediasi telah dilakukan antara pihak guru dan orangtua murid dan saat ini status dari guru tersebut sudah diberikan sanksi untuk tidak mengajar dan mendapatkan pembinaan dari dinas pendidikan. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI