Suara.com - Baru-baru ini muncul kabar bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani sakit ISPA (infeksi saluran napas akut) diduga karena polusi udara saat rapat dengar pendapat (RDP) melalui pertemuan daring.
Momen Menkeu Sri Mulyani terserang ISPA ini terlihat saat dirinya melakukan RDP dengan Komisi XI DPR-RI pada Jumat, (31/8/2023). Saat memberikan penjelasan suara perempuan berusia 61 tahun itu terdengar parau dan serak. Bahkan Menkeu Sri Mulyani sampai meminta penjelasannya disampaikan Wamenkeu, Suahasil Nazara.
"Suara saya hilang, jadi mohon izin Pak Wamen saja," Menkeu Sri Mulyani.
Setelah penjelasan disampaikan Wamenkeu, Sri Mulyani kembali dimintai penjelasan tentang Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024, tapi lagi-lagi perempuan kelahiran Lampung, 26 Agustus 1962 itu tetap tidak bisa mengeluarkan suara.
"Suara saya belum (jelas) Pak, tadi ingin bicara tapi belim bisa Pak. Yes, ISPA," jawab Menkeu Sri Mulyani lagi.
Meski belum diketahui pasti apa penyebab Menkeu Sri Mulyani terserang ISPA, namun banyak yang menduga kondisi tersebut dialami karena kondisi polusi udara Jakarta masuk kategori tidak sehat. Kategori ini bukan hanya berbahaya untuk orang sensitif dengan sistem kekebalan umum rendah, tapi juga orang sehat pada umumnya.
Di sisi lain, mengingat usia Sri Mulyani sudah 61 tahun, maka ia sudah masuk kategori lanjut usia atau lansia sebagaimana penjelasan menurut Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2021 tentang Strategi Nasional Kelanjutusiaan. Bahwa seseorang dikatakan lansia jika sudah mencapai usia 60 tahun.
Di sisi lain, beberapa waktu lalu kepada suara.com Peneliti Utama Health Collaborative Center (HCC) Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK membenarkan jika lansia lebih rentan mengalami perburukan atau lebih parah karena polusi udara. Ini karena sistem kekebalan tubuh lansia tidak kuat menahan stres oksidatif.
Stres oksidatif adalah kondisi yang terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dengan sistem pertahanan antioksidan di dalam tubuh.
Baca Juga: Sebut Polusi Udara Jabodetabek Harus Diatasi Bersama, Jokowi: Perlu Waktu, Tak Bisa Langsung
"Lansia yang terpapar polusi udara berisiko jauh lebih besar, karena reaksi stres oksidatif pada lansia jauh lebih berat. Ini karena begitu orang kena polusi, ia akan mengalami stres oksidatif, yaitu tubuh menyerang habis-habisan dan melawan partikel polutan sedemikian rupa. Sehingga reaksi tubuh akan lebih capek," Dr. Ray saat merilis hasil penelitian indeks health belief isu polusi udara HCC di Jakarta Selatan.
Dr. Ray menambahkan, lansia yang sudah memiliki penyakit penyerta atau komorbiditas kondisinya bisa lebih memburuk jika terpapar polusi udara. Contoh penyakit penyerta yaitu hipertensi, jantung, diabetes hingga kolesterol.
Kondisi tubuh yang sudah buruk ini, lalu ditambah polusi bisa me he abkan lansia mengalami stes oksidatif berlipat ganda, yang akhirnya bisa menyebabkan peradangan hingga komplikasi.
"Itu sebabnya lansia di beberapa studi yang terkena paparan logam berat (polutan), itu lebih banyak mengalami PPOK (penyakit paru obstruktif kronis). Itu risiko double tubuh ornag lansia lebih tidak mampu dealing (mengatasi) oksidatif karena polusi udara, lebih gampang nyerah dan lebih berat kondisinya," tutup Dr. Ray.